Pesan-Pesan

Kamis, 21 November 2013

Petani Makmur?. Kenapa Tidak.

Petani Makmur?... Kenapa Tidak.




Mengutip apa yang disampaikan oleh Fauzi Umar ttg  Negeri Gajah Putih (Thailand), "Thailand saat ini merupakan negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia. Umumnya, petani Thailand makmur dan rata-rata memiliki mobil double cabin.
Keberhasilan Pemerintah Thailand di sektor pertanian ini adalah akibat keberpihakan Raja Bhumibol Abuljadey memproteksi para petani. Negara sangat menyadari aspek strategis produk pertanian yang menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk bumi. Itu sebab, negara mengelola sektor ini secara sangat serius, bahkan didukung riset dan rekayasa teknologi dengan melibatkan para ahli dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan rekayasa teknologi ini Pemerintah Thailand telah mengambil kebijakan untuk mengembangkan satu produk pada satu wilayah (one village one commodity) dengan memperhatikan aspek keterkaitan dengan sektor lain (back word and forward linkage), skala ekonomi dan hubungannya dengan outlet (pelabuhan). Akibatnya, tumbuh cluster-cluster (kelompok-kelompok) bisnis, sehingga masing-masing wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya.
Thailand Selatan umumnya menjadi cluster penghasil kelapa sawit, beras, dan karet rakyat. Cluster buah-buahan dipusatkan di Provinsi Nalochitara, sayur-sayur dikembangkan di Sapurburi, dan seterusnya. Pengembangan cluster ini didukung pula dengan industri prossesing dan sarana lainnya, seperti pelabuhan untuk mendukung ekspor.
Pemerintah Thailand juga memproteksi produk pertanian dengan memberikan insentif dan subsidi kepada petani. Kebijakan ini telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan kosong dan tak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang berprospek ekspor." (Fauzi Umar , Pegawai BPKS Sabang - Aceh, dari perjalananya ke Thailand Selatan.)


Indonesia sendiri sebenarnya telah melakukan terobosan sebagaimana yang termaktub dalam Permentan No. 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, yang dalam lampirannya secara terang menjelaskan tentang arah strategi hingga Implementasinya. 
Di Era otonomi daerah sekarang ini peran pimpinan daerah khususnya Kabupaten/Kota menjadi sangat penting dalam menyambut dan "membumikan" program2 tersebut. Kita tentu mengharapkan program pengembangan kawasan pertanian ini walaupun "masih seumur jagung" suatu saat akan menunjukan hasilnya tentu dengan didukung oleh kebijakan2 dari pusat maupun daerah, sehingga pada akhirnya tidak hanya menjadi sebuah rencana yang akan berganti dengan bergantinya pemimpin dan kepemimpinan, Kemakmuran para petani tentu akan menjadi taruhannya. 
Petani Makmur?. Kenapa Tidak.

Berikut kami kutipkan Bab 5.3 lampiran Permentan no. 50 Tahun 2012 :

5.3. Penetapan Komoditas
Komoditas unggulan yang akan dikembangkan dalam bentuk kawasan
pertanian tersebut adalah 40 (empat puluh) komoditas unggulan nasional yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014.
Komoditas unggulan nasional dimaksud mencakup 7 (tujuh) komoditas tanaman
pangan, 11 (sebelas) komoditas hortikultura, 15 (lima belas) komoditas perkebunan
dan 7 (tujuh) komoditas peternakan. Secara rinci ke 40 (empat puluh) komoditas
unggulan nasional tersebut adalah sebagaimana Tabel 5.


Proses dan metode penetapan komoditas unggulan yang akan dikembangkan
dalam bentuk kawasan pertanian adalah sebagai berikut :
1) Ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai komoditas unggulan nasional yang
akan dikembangkan untuk masing-masing kabupaten/kota di tiap provinsi.
2) Komoditas tersebut sebelumnya telah dibahas dan disepakati sebagai
komoditas unggulan untuk kabupaten/kota dalam forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional.
Namun demikian, dalam rangka mempromosikan komoditas unggulan daerah
menjadi komoditas unggulan nasional ke depan, serta mendorong peningkatan
produksi, mutu, kontinuitas pasokan sepanjang tahun terutama dalam menekan
impor produk pertanian, maka dimungkinkan untuk mengembangkan komoditas lain
di luar komoditas unggulan nasional. Dalam rangka swasembada dan swasembada
berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya
saing dan ekspor, maka diperkenankan mengembangkan 40 komoditas
sebagaimana pada Tabel 5, namun yang menjadi prioritas adalah pengembangan
komoditas padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabe, dan bawang merah sebagaimana
Lampiran 4.

Selasa, 19 November 2013

Apa itu G A P

          Mengikuti Sekolah Lapang GAP yg dilaksanakan Diperta TPH Prov.Kalsel Tgl 18 -19 Nop 2013 Kalsel membuka wawasan ttg bahwa GAP kedepan menjadi keharusan menuju Komoditas Hortikultura yg berkualitas dan safe bagi konsumsi domestik dan ekspor. Berikut kami kutipkan bbrp ttg GAP.

Pengertian GAP (Good Agricultural Practices)
Menurut Wikipedia ( http://www. Wikipedia ):  The term 'Good Agricultural Practices'(GAP) can refer to any collection of specific methods, which when applied to agriculture, produces results that are in harmony with the values of the proponents of those practices. There are numerous competing definitions of what methods constitute "Good Agricultural Practices", so whether a practice can be considered "good" will depend on the standards you are applying. Secara bebas definisi GAP dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari cara-cara khusus ( spesifik ) yang apabila diterapkan dalam pertanian akan menghasilkan produk yang selaras dengan nilai-nilai yang diharapkan dari praktek-praktek tersebut. Terdapat sejumlah cara yang menyatakan apakah sesuatu praktek tersebut “baik”, tergantung dari standar yang dipakai.

               Menurut Kementerian Pertanian ( 2012 ), Good Agricultural Practices (GAP), mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan prinsip traceability (dapat ditelusuri asal-usulnya dari pasar sampai kebun). Di bidang pertanian praktek GAP lebih diarahkan pada budidaya tanaman hortikultura baik tanaman buah-buahan, sayuran maupun tanaman biofarmaka. Kita ketahui ketiga komoditas inilah yang menjadi andalan Indonesia untuk ekspor yang menghasilkan devisa bagi negara.
Melalui penerapan GAP terdapat empat hal yang akan dicapai yaitu keamanan pangan, kesejahteraan pekerja ( petani ), kelestarian lingkungan, dan hasil pertanian yang diketahui asal usulnya.

Praktek Pertanian yang Baik tersebut menerapkan urutan langkah-langkah baku dalam budidaya tanaman sejak dari pengolahan tanah, pemilihan benih, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, panen, dan penanganan pasca panen. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada teknologi yang direkomendasikan dengan memperhatikan ketentuan wajib dan ketentuan-ketentuan yang sangat direkomendasikan. Menurut SK Mentan No. 48 Tahun 2010 terdapat 14 ketentuan wajib dalam GAP yaitu :

1.      Lahan bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya dan beracun.

2.      Kemiringan lahan <30% untuk komoditas sayur dan buah semusim.

3.      Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3).

4.      Tindakan konservasi dilakukan pada lahan miring.

5.      Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk.

6.      Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian.

7.      Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan pestisida.

8.      Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa.

9.      Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian.

10.   Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

11.   Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersih dan  tidak terkontaminasi.

12.   Pencucian hasil panen menggunakan air bersih.

13.   Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk.

14.   Tempat/areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk dan pestisida.


               Selain ke 14 ketentuan tersebut masih terdapat ketentuan lain berupa 54 ketentuan sangat direkomendasikan ( highly recommended ) dan 32 ketentuan direkomendasikan ( recommended ). Ketentuan-ketentuan tersebut ditujukan untuk mengendalikan mutu produk yang akan dihasilkan yang meliputi aman untuk dikonsumsi, bermutu baik, ramah terhadap lingkungan dan berdaya saing. Tentang produk pertanian yang dihasilkan terdapat tiga kriteria produk pertanian seseuai dengan kualitasnya yaitu Prima 1, Prima 2 dan Prima 3. Lembaga yang kompeten terhadap penjaminan mutu produk akan memberi label/logo Prima 1 untuk hasil pertanian yang berkualitas ekspor yang memiliki predikat: aman dikonsumsi, mutu baik dan cara produksi yang ramah lingkungan. Logo Prima 2, diberikan kepada produk pertanian yang aman dikonsumsi dan mutu baik. Prima 3 untuk produk pertanian yang aman untuk dikonsumsi. 

Tujuan GAP

Adapun secara umum tujuan dari penerapan GAP dalam kegiatan budidaya tanaman adalah untuk:

1.      Meningkatkan produksi dan produktivitas,

2.      Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi,

3.      Meningkatkan efisiensi produksi,

4.      Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,

5.      Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang  berkelanjutan,

6.      Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung     

7.      jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,

8.      Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik).

         Sebagai tujuan akhir adalah memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen serta meningkatkan kesejahteraan petani pelaku usaha.



SOP ( Standard Operating Procedure )

               Di dalam pelaksanaan GAP, instrumen lain yang ikutserta berperan adalah SOP ( Standard Operating Procedure ) yaitu suatu  pedoman pelaksanaan kegiatan yang disusun secara rinci dan berurutan sesuai tahapan di lapangan.  SOP disusun sebagai pedoman dalam melakukan usaha budidaya secara baik dan benar.Prinsip SOP adalah mengacu pada  target yang akan dicapai, dilaksanakan secara spesifik lokasi,  berisi keterangan yang jelas, dapat dilakukan secara operasional, bersifat dinamis sesuai kemajuan teknologi, teknis mudah dipahami, praktis untuk dikerjakan, memiliki informasi yang rinci ( detil ) serta berisi  spesifik komoditi, spesifik lokasi dan spesifik pasar. Bahwa SOP harus spesifik komoditasmaka pembuatan SOP budidaya suatu  komoditas harus dijelaskan secara rinci dan menyeluruh : aspek agroklimat, keragaman varietas, kebutuhan unsur hara, dan serangan OPT.  Spesifik lokasi mengandung artibahwa lokasi pembuatan SOP budidaya mempunyai

kondisi agroklimat, dan cara teknik yang spesifik dalam mengelola usaha suatu komoditas. Spesifik pasar berartibahwa setiap pembuatan SOP ditujukan untuk suatu sasaran pasar tersendiri yang dijelaskan dengan tingkat standar mutu tertentu sesuai permintaan pasar (keseragaman jenis/varietas, ukuran, tingkat kemasakan, dll).Produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan konsumen  antara lain:

1)      Ramah lingkungan, diproduksi dengan cara yang tidak menurunkan kualitas lingkungan seperti:

• Erosi

• Pencemaran tanah & air

• Penurunan kualitas lingkungan lain

2)      Traceability yaitu:

• bahwa cara memproduksi harus dapat dirunut, transparan, tidak ada yang disembunyikan

• telah memiliki catatan kebun

3)      Tanggung jawab sosial yang meliputi:

• Kesejahteraan pekerja

• Kesehatan pekerja

SOP yang disusun bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan teknologi yaitu dapat dilakukan  perubahan sesuai perkembangan teknologi, perubahan dapat dilakukan per-kegiatan, setiap terjadi perubahan ada pencantuman revisi.



Praktek GAP dan SOP

               Penerapan GAP dan SOP dalam budidaya tanaman, khususnya tanaman hortikultura dimulai dari penyiapan lahan tanam. Untuk ini makalokasi kebun/lahan usaha yang dipilih harus sesuai dengan:

1. RUTR/RDTRD ( Rencana Usaha dan Tata Ruang/ Rencana Usaha Daerah dan Tata Ruang Daerah )  dan  peta pewilayahan komoditas (SA)

2. Lahan bebas dari cemaran limbah bahan beracun (W)

3. Kemiringan lahan < 30% untuk komoditas sayur dan buah semusim (W)

4. Kemiringan lahan 30% untuk komoditas buah tahunan/pohon (SA)

               Pada riwayat lokasi lahan usaha terdapat catatan riwayat penggunaan lahan (A) yaitu dalam suatu kurun waktu tertentu terdapat catatan tanaman apa saja yang diusahakan dan hasil yang dicapai serta permasalahan yang dihadapi. Catatan riwayat penggunaan lahan ini akan bermanfaat ketika tanaman yang sama akan diusahakan. Sejarah budidaya tanaman tersebut akan menjadi informasi yang bermanfaat agar tidak terjadi kegagalan usaha.

               Pada pemetaan lahan terdapat rotasi tanaman pada tanaman semusim (A) dan tersedia peta penggunaan lahan (A). Rotasi tanaman ditujukan untuk memutus rantai atau siklus hidup OPT ( Organisme Pengganggu Tanaman ). Namun demikian antisipasi terhadap munculnya serangga hama baru harus dilakukan dengan mengadakan pemamtauan atau monitoring terus menerus, seperti pada prinsip PHT ( Pengendalian Hama Terpadu ) yaitu pengamatan reguler.

Pertimbangan kesuburan lahan memperhatikan tingkat kesuburan lahan yang cukup baik (A) dan kesuburan lahan harus dipertahankan secara terus menerus (SA). Kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memberikan pemupukan organik berupa pemberian pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau secara rutin, misalnya enam bulan sekali. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan memperbaiki atau memelihara struktur tanah (SA), dan menghidarkan erosi (SA). Untuk media tanam  yang digunakan harusdiketahui  sumbernya (A) selain itu media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya & beracun (W).

Konservasi lahan dilakukan pada lahan miring (W). Konservasi yang berarti pengawetan lahan harus dilakukan agar usaha tani yang dilaksanakan dapat lestari ( berkelanjutan).

               Pemanfaatan benih bersertifikat pada praktek GAP, dilakukan dengan membeli atau menggunakan benih tanaman yang telah memperoleh sertifikat dari BPSB ( Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih ) yang ada di tiap provinsi. Sertifikasi benih ditujukan untuk mendapatkan benih yang bermutu baik, bebas hama dan penyakit serta diketahui asal usulnya secara genetik. Para petani umumnya telah menggunakan benih bersertifikat khususnya untuk tanaman pangan, sedangkan pada tanaman sayuran/buah-buahan petani belum menggunakan benih bersertifikat secara luas. Pemakaian benih bersertifikat adalah wajib (W) dalam susunan ketentuan kendali mutu.

               Dalam langkah kegiatan selanjutnya yang berupa penanaman, pemeliharaan tanaman, penyiangan, pemupukan, pengairan bahkan sampai panen dan pengelolaan pasca panen berlaku ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan, sangat direkomendasikan dan direkomendasikan.

 

Gambar: Hasil produk pertanian yang memenuhi SNI harus diusahakan



Kendala penerapan GAP dan SOP

1.Belum dipahaminya konsep dan pengertian GAP dan SOP dengan benar oleh petani

2. Logo Prima, sebagai jaminan kualitas produk/hasil pertanian belum diterapkan secara konsisten

3. Kurangnya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang GAP dan SOP kepada petani hortikultura

4. Hasil-hasil pertanian yang diproduksi petani masih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan pasar lokal belum berorientasi ekspor.

5. Penerapan GAP dan SOP kurang dikawal dengan baik sehingga kurang direspon oleh para petani dan pengusaha yang bergerak di bidang agribisnis.


Kesimpulan

1.      GAP adalah pedoman yang perlu diketahui dan dipahami oleh setiap pelaku usaha pertanian dalam rangka menjamin mutu produk pertanian yang dihasilkan agar memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Minggu, 10 November 2013

HASIL KAJI TERAP TH. 2013 DI BP KEC. BINUANG






BAB I
PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG
Penggunaan model tanam jejer legowo saat ini sudah banyak diterapkan oleh petani. Para petani di  wilayah kecamatan  Binuang mengenal model tanam ini dengan sebutan tanam pakai gang dan tanam pakai blek. Menurut Sekretariat Badan Koordinas Penyuluh, (2012) tanam jejer legowo adalah pengaturan jarak tanam padi dengan pola berselang-seling dengan mengosongkan satu baris. Umumnya yang digunakan adalah model jejer legowo 2:1, 3:1 dan 4:1. BPTP lampung (2013) menambahkan pada jejer legowo juga dapat diterapkan model  4:1 dan 5:1.
Kelebihan  penerapan tanam model jejer legowo dibandingkan dengan tananm tegel yaitu: 1) rumpun tanaman yang berada dipinggir lebih banyak, 2)terdapat ruang kosong sebagai tempat pengaturan air dan saluran pengendalian keong mas, 3)pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah, 4)pada tahap awal areal pertanaman lebih terang sehingga kurang disukai tikus, 5) pengunaan pupuk lebih berdaya guna.
Pola yang utuh sebenarnya adalah dengan menyisipkan tanaman pada baris yang dikosongkan kebaris yang di sebelahnya. Manfaat dari penyisipan ini adalah  seolah-olah tanaman berada pada barisan pinggir pematang dan rumpun tanaman menjadi lebih banyak.
Berbeda dengan teorinya, penerapan dilapangan oleh petani yang menerapkan model tanam jejer legowo sangat jarang membuat sisipan. Dari beberapa kesempatan berdiskusi dengan petani hal disebabkan beberapa masalah, diantaranya sebagai berikut: 1) petani belum banyak mengetahui bahwa pada model tanam jejer legowo untuk memperbanyak rumpun tanaman harus ada sisipan, 2) ada anggapan bahwa dengan atau tanpa sisipan produksinya sama, 3) pola jejer legowo yang digunakan masih beragam, misal ;  7:1, 8:1 ataupun 10:1.
Bersadarkan pada permasalahan di atas  maka Balai Penyuluhan (BP) Binuang melaksanakan demonstrasi kaji terap dilahan sawah percontohan BP Binuang. Kaji Terap ini dilaksnakan dengan menitikberatkan pada model tanam jejer legowo 5:1. Dan membandingkan produksi antara jejer legowo 5:1 dengan sisipan dan , jejer legowo tanpa sisipan dan tanam menggunkan sistim tegel. Semua model tanam ini dilakukan pada  satu areal dan waktu yang sama. Varietas padi yang digunakan adalah IR 64.
               

A.      TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan kaji terap ini adalah:
a.      Memberikan informasi kepada petani cara sederhana dan mudah dilaksanakan, namun dapat memberikan keuntungan yang lebih baik lagi.
b.      Agar petani mau dan mampu menerapkan tanam model jejer legowo
c.       Menunjukan hasil yang lebih baik kepada pelaku utama melalui tanam model jejer legowo.
d.      Media belajar secara langsung bagi penyuluh lingkup Balai Penyuluhan Binuang tentang budidaya padi dengan menerapkan tanam model jejer legowo 5:1


BAB II
WAKTU DAN LOKASI DEMONSTRASI KAJI TERAP


Demonsttrasi kaji terap dilaksanakan di lahan percobaan Balai Penyuluhan Binuang, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin. Lama pelaksanaan adalah satu musim tanam, MT II 2013.


BAB III
MATERI DAN METODE


3.1. BAHAN DAN ALAT
            Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas IR 64, pupuk NPK pelangi,   insektisida dan herbisida.
            Alat yang digunakan seperangkat alat pertanian, seperti;  cangkul, sabit, tali, meteran, timbangan dan alat tulis.
3.2. METODE
            Semaian padi yang telah berumur 19 hari ditanam dengan 3 model tanam dilahan sawah yang sudah siap tanam. Model tanam yang digunakan adalah:
1.      Tanam jejer legowo 5:1 dengan sisipan (50x(25x12,5)
2.      Tanam jejer legowo 5:1 tanpa sisipan (50(25x25)
3.      Tanam tegel (25x25)
3.3.            PELAKSANAAN KAJI TERAP


No
Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
1
Pengolaha Tanah I
10 Februari 2013
2
Pengolahan Tanah II + Pemberian Pupuk Organik
24 Februari 2013
3
Semai
1 Maret 2013
4
Tanam
20 Maret 2013
5
Pemupukan
2 April 2013 (hanya 1x Pemupukan, dosis NPK 300 kg/Ha)
6
Panen/Ubinan
13 Juni 2013
  
3.4. PENGAMATAN
            Hasil akhir yang diamati adalah, hasil ubinan dari ketiga model tanam yang diterapkan.
           

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. HASIL
            Hasil ubinan yang dilakukan pada ke-tiga model tanam yang diterapkan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil ubinan demonstrasi kaji terap berdasarkan model tanam.
No
Model Tanam
Hasil Ubinan (Kg)
1
Jejer legowo dengan sisipan (JLDS)
3,7(2)
2
Jejer legowo tanpa sisipan (JLTS)
4,3(1)
3
Tanam Tegel (TT)
3,3(3)
           
Hasil ubinan menunjukan bahwa hasil   JLTS  lebihtinggi dibandingkan dengan hasil JLDS dan tegel.  Perbedaan hasil ini dikarenakan, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kaji terap bahwa JLDS  memiliki jumlah anakan yang sedikit dan malai yang lebih kecil dibandingkan dengan JLTS.  Selain itu karena jarak tanam JLDS (50(25x12,5)bisa menjadi terlalu rapat sehingga terjadi  persaingan mendapatkan  unsur hara tanaman.

            Hasil lainnya adalah bahwa tanam dengan Jejer legowo baik JLDS ataupun JLTS  lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan tanam tegel, hal ini sesuai dengan prinsif dan tujuan dari tanam jejer  legowo. Menurut (BBPADI, 2009) Selain itu, tanaman yang berada di pinggir diharapkan memberikan produksi yang lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik, mengingat pada sistem tanam jajar legowo terdapat ruang terbuka seluas 25-50%, sehingga tanaman dapat menerima sinar matahari secara optimal yang berguna dalam proses fotosintesis.
  

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1   KESIMPULAN
     Kesimpulan dari demonstrasi kaji terap ini adalah:
1.      Tanam model jejer legowo tanpa sisipan produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan tanam model jejer legowo dengan sisipan
2.      Tanam model jejer legowo dengan sisipan dan jejer legowo tanpa sisipan produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan tanam tegel


5.2.   SARAN
            Selain tanam model jejer legowo dengan jarak tanam yang lebih lebar perlu juga dilakukan kaji terap dengan model SRI.

Dokumentasi Kegiatan

 1 HST

 1 MST

 3 MST


 BUNTING

 SIAP PANEN

 PEERONTOKAN SAMPEL UBINAN

PENIMBANGAN SAMPEL UBINAN

Cat  : Insya Allah utk Kaji Terap Tahun 2014 akan mencoba  metode SRI (System Rice Intensification)