Pesan-Pesan

Senin, 30 Desember 2013

MODEL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN AGRIBISNIS



Suatu ketika saya pernah bertanya kepada seorang petani tentang hasil panen padi mereka ...."Pak gimana hasil panen padi bapak untuk musim tanam tahun ini, seraya Bapak tersebut menjawab " Yah lumayan tidak beli beras setahun....".
Saya berpikir kalo cuma bisa buat tidak beli beras setahun bagaimana dengan lauk, sayur, minyak goreng, gas, baju dan biaya sekolah anak2,  biaya ini dan itu yg kalo kita tuliskan akan sangat panjaaaang.

Jawaban bapak petani diatas tentu kita harapan bukanlah menjadi jawaban mayoritas petani di Indonesia, tentu ada cara agar para petani dengan segala keterbatasan mereka untuk maju sehingga memiliki keberdayaan yang kuat dalam memenuhi segala kebutuhan hidup mereka, bukan hanya untuk kecukupan beras setahun sahaja.  Mewujudkan kemakmuran bagi petani tentu tidaklah mudah karena ini juga mencakup berbagai aspek termasuk kebijakan dan Political Will pemerintah yang berkepentingan terhadap perkara strategis ini yaitu ketersediaan pangan yang cukup dan swasembada di Indonesia, tentu tanpa meninggalkan aspek kemakmuran para pelaku usaha yaitu bapakdani ibu tani kita. Membangun petani berjiwa agribisnis menjadi keharusan untuk mencapai hasil yang lebih baik, Malaysia telah mancanangkan ini sejak lama dengan motto mereka "Pertanian adalah Perniagaan" (http://www.youtube.com/watch?v=vGYP3RGCIr4) yang memotivasi kaum muda mereka untuk terjun dan bergelut dengan dunia pertanian sebagai BISNIS yang memiliki nilai jual sama dengan bisnis dibidang lainnya. 

Berikut sebuah tulisan oleh Drs.H. Sudradjat Laksana,M.Ikom tentang MODEL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN AGRIBISNIS yang setidaknya memberikan sebuah alternatif pemikiran dalam upaya membangun pertanian  berbasis agribisnis.
MODEL DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN AGRIBISNIS  

Dalam arti yang sempit pertanian adalah usaha atau  kegiatan bercocok tanam. Sedangkan dalam arti luas pertanian adalah segala kegiatan manusia yang meliputi kegiatan bercocok tanam, perikanan, peternakan dan kehutanan. cocok tanam perikanan
Terkait dengan pertanian, maka dikenal istilah petani (farmer) dan usaha tani (farming). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh “petani tembakau” atau “petani ikan”. Usaha Tani (farming) adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi daya (tumbuhan maupun hewan). Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan), kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Ruang Lingkup Pertanian
Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu:
  1. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan dan ekstraksi hasil hutan.
  2. Pertanian generatif yaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Berdasarkan tahapan perkembangannya pertanian generatif dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
    1. Perladangan berpindah (shifting cultivation),
    2. Pertanian menetap (settled agricultured)
Selanjutnya berdasarkan ciri ekonomis yang lekat pada masing-masing corak pertanian dikenal dua kategori pertanian yakni pertanian subsisten dan pertanian komersial. Pertanian subsisten ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga, tidak dijual. Pertanian komersial berada pada sisi dikotomis pertanian subsisten. Umumnya  pertanian komersial menjadi karakter perusahaan pertanian (farm) di mana pengelola usahatani telah berorientasi pasar. Dengan demikian seluruh output pertanian yang dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi sendiri.
Pertanian Sebagai Kegiatan Ekonomi
Sebagai kegiatan ekonomi, pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha pembibitan,penyediaan input produksi,dan sarana produksi, biasa diistilahkan sebagai aspek “hulu”.  Sementara kegiatan pasca panen seperti ; distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek “hilir”. Sedangkan Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek proses produksi.
Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Agribisnis itu adalah suatu sistem yang utuh mulai sub-sistem penyediaan sarana produksi dan peralatan pertanian; sub-sistem usahatani; sub-sistem pengolahan atau agroindustri dan sub-sistem pemasaran. Agar sub-sistem ini bekerja dengan baik maka diperlukan dukungan sub-sistem kelembagaan sarana dan prasarana serta sub-sistem penunjang dan pembinaan.
Agribisnis sebagai suatu sistem
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.

  1. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka

  1. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.

  1. Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.

  1. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi:
  1. Sarana Tataniaga
  2. Perbankan/perkreditan
  3. Penyuluhan Agribisnis
  4. Kelompok tani
  5. Infrastruktur agribisnis
  6. Koperasi Agribisnis
  7. BUMN
  8. Swasta
  9. Penelitian dan Pengembangan
  10. Pendidikan dan Pelatihan
  11. Transportasi
  12. Kebijakan Pemerintah
Strategi Pengembangan Agribisnis
Ada beberapa aspek yang dapat ditempuh dalam upaya mengembangkan kegiatan agribisnis diantaranya :
  1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis.
Yang sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.
  1. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif
Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:
  • Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
  • Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
  • Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien..
       3.Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis.
Untuk  menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
         4.Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector.
Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku(input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. 
         5.Membangun Sistem agribisnis melaluiIndustri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Oleh karena itu Pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern.
         6.Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Perlu  adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
         7.Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal (dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
         8.Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Koperasi perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Untuk  memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
        9.Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis.
Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
       10.Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
        11.Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis.
       12.Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen).
       13.Pengembangan sumberdaya agribisnis.
Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis.
       14.Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis.
Perlu  pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi.
       15.Pengembangan Infrastruktur Agribisnis.
Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.

        16.Kebijaksanaan terpadu pengembangan
Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnis yang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
         17.Pengembangan agribisnis berskala kecil.
Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.


            18.Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi
Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS

Referensi Bacaan :
R.Hermawan, SP,MP.Membangun Sistem Agribisnis. Artikel online. Makalah Seminar Mahasiswa.tgl.20 Desember 2006. Faperta UGM Yogyakarta.
Wikipedia.com.Pengertian Agribisnis.

 [1] Mantan Kepala Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kab.Cianjur





    

Kamis, 19 Desember 2013

Pedoman Teknis SLPTT Padi dan Jagung Th. 2013







Silakan Klik Link dibawah untuk mendownload  :

Budidaya Bawang Merah




PANEN BAWANG

RANTAU, ~ Bupati Tapin  Drs.HM.Arifin Arpan, MM melakukan panen perdana bawang merah di lokasi Tamponang Desa Sabah Kecamatan Bungur, Selasa (10/12). Panen perdana bawang merah ditandai dengan pemetikan untaian bawang merah oleh Bupati Tapin, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin, Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Tapin, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalsel, Jajaran Kodim 1010 Rantau, dan Polres Tapin.

Dalam acara tersebut, Bupati Tapin mengatakan dalam sambutannya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan para petani di Tamponang Desa Sabah. Berkat pemikiran Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin adalah sosok pemikir yang cerdas dan pemikirannya patut kita hargai termasuk juga kelompok petani dan petani. Ini menandakan pimpinan dapat memikirkan anggota kelompok tani dan petaninya bisa berusaha dengan baik, bisa menghasilkan pertaniannya dengan baik di dukung dengan kelompok taninya yang gigih dan cerdas. Hal ini terbukti dengan kebun bawang merah sebagai percontohan pada panen perdana ini sudah luar biasa dan menghasilkan, dan ini tanda bahwa persepsi sudah tercapai, katanya.

Dikatakan Bupati Tapin, “Saat ini kita kembangkan tanaman bawang merah, dan kalau tanaman bawang ini sudah menjadi kebanggaan masyarakat Tapin hendaknya tanaman padi juga jangan dihilangkan. Padi kan unggulan kita juga saat ini, dan hendaknya tanaman bawang merah juga kita buat menjadi unggulan kita. Semoga budidaya penanaman bawang merah terus dikembangkan hingga di masa mendatang, “katanya.
Kemudian yang menjadi kebanggaan bagi Bupati adalah pada 10 tahun yang lalu di daerah ini selalu terikat dengan pengembangan ikan. Menurut kami pengembangan ikan boleh jadi dengan pembibitan atau pembesaran untuk konsumsi masyarakat di Rantau. Namun kelihatannya lingkungannya tidak mendukung dan selalu dirugikan terus, kalau untung kecil. Kalau pembibitan untung besar namun benih ikannya kurang bagus untuk dikembangkan, kalau pembesaran itu terbentur masalah berupa pakan ternaknya yang cukup mahal dan ketika menjual ikan hasilnya tidak seimbang dengan usaha para petani. Karena itu sesuai dengan visi dan misi kami ingin menjadikan pertanian lebih baik di Tapin termasuk di Tamponang ini kedepannya. “Nah kita coba kembangkan bawang di kawasan ini, dan perikanan di kawasan Margasari, kenapa di kawasan Margasari karena ada informasi bahwa pakan ternak ikan bisa di buat dari kelapa sawit yang banyak di tanam di kawasan itu, “katanya.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin, H.Masraniansyah mengatakan, sangat optimis dengan hasil panen perdana bawang merah percontohan ini. Kedepannya diharapkan petani di Tapin mendapatkan keuntungan yang tinggi hingga dapat mensejahterakan petani. Saat ini hasil panen perdana dari tanaman bawang merah di kebun percontohan di atas lahan seluas 5 hektar itu hasil kering umbi 11,4 ton bawang merah basah, dan setelah di keringkan menjadi 8,6 ton bawang merah kering. “Di tahun 2014 nanti pihaknya mengusulkan akan mengembangkan bawang merah ini dengan memperluas areal tanam dari luas 5 hektar menjadi seluas 30 Hektar di Tamponang ini, kita perluas tanaman bawang ini secara perlahan namun pasti, “katanya.
Selain itu, dalam acara tersebut juga dilakukan dialog antara Bupati Tapin bersama petani dan kelompok tani bawang di kawasan itu. Setelah dialog tanya jawab, Bupati Tapin langsung menginstruksikan kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin untuk memberikan bantuan alat pertanian berupa alat multifator pertanian bawang sebanyak 5 unit di kawasan ini, dan kita upayakan juga untuk penyediaan obat untuk tanaman bawang ini kendati dikatakan hanya terdapat di Sulawesi dan Madura pulau Jawa. 

Sumber   : http://www.tapinkab.go.id/content/bupati-tapin-panen-bawang-merah

LENSA BANUA



 Tanam Perdana Cabe Rawit Hiyung di Desa Hiyung Kec. Tapin Tengah

Panen Raya Di Desa Desa Tirik Kecamatan Tapin Tengah


Tanam Perdana IP. 200 di Kecamatan Tapin Tengah


 Pertanaman Bawang Merah di Desa Shabah Kecamatan Bungur
Pertanaman Bawang Merah di Desa Shabah Kecamatan Bungur

CAPAIAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS HINGGA 2013 DAN STRATEGI 2014 TAN. PANGAN DI KABUPATEN TAPIN







Rabu, 18 Desember 2013

ISU STRATEGIS KETAHANAN PANGAN


Oleh: Indra Wafa 

Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian Kapasitas produksi domestik, (a) laju peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun (b) belum berkembangnya kapasitas produksi pangan daerah dengan teknlogi sesifik lokasi karena hambatan inrastruktur pertanian ; (c) petani umumnya skala kecil (kurang dari 0,5 hektar) yang berjumlah 13,7 juta KK menyebabkan aksesibilitasnya terbatas terhadap sumber permodalan, teknologi, sarana produksi dan pasar (d) banyak dijumpai kasus terhambatnya distribusi sarana produks khususnya pupuk bersubsidi, (e) lambatnya penerapan teknologi akibat kurang insentif ekonomi dan masalah sosial petani Kelestarian sumberdaya lahan dan air Saat ini tingkat alih fungsí lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran dll) di Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th . Kondisi sumber air di Indonesia cukup memperihatinkan, daerah tangkapan air yakni daerah aliran sungai (DAS) kondisi lahannya sangat kritis akibat pembukaaan hutan yang tidak terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi sejak tahun 1995 dan terus bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai 52,8 milyar m3 per tahun. Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan erosi hebat dan ancaman tanah longsor pada musim hujan bergantian dengan kekeringan hebat pada musim kemarau. Bila laju degradasi terus berjalan maka tahun 2015 diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai 14,1 miliar m³ per tahun. Cadangan pangan. Adanya kondisi iklim yang tidak menentu sehingga sering terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang tahun, serta sering timbulnya bencana yang tidak terduga (banjir, longsor, kekeringan, gempa) memerlukan sistem pencadangan pangan yang baik. Saat ini belum optimalnya :(1) sistem cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2) cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman bawah tegakan perkebunan), (3) kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya, (4) sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun lembaga usaha lainnya Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan Pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Masyarakat yang rendah dalam mengakses pangan ada pada golongan masyarakat miskin, yang diperkirakan sekitar 14.7 persen atau sekitar 34.9 juta pada tahun 2008. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar 68 persen tinggal di pedesaan damana umumnya adala petani. Kelancaran distribusi dan akses pangan. Masalah yang dijumpai adalah : (1) infrastruktur distribusi, (2) sarana dan prasarana pasca panen, (3) pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan isolasi daerah, (4) sistem informasi pasar, (5) keterbatasan Lembaga pemasaran daerah, (6) hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7) kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8) adanya penurunan akses pangan pangan karena terkena bencana Penjaminan Stabilitas Harga Pangan. Isu ini stabilitas harga pangan penting karena : (1) masa panen yang tidak merata sepanjang bulan, sehigga harga tinggi pada masa panen dan rendah pada waktu musim panen, (b) harga pangan dunia semakin tidak menentu,dan indonesa sangat rentang terhadap pengaruh pasar dunia. Disamping itu dengan adanya stabilitas harga pangan akan menguatkan posisi tawar petani dan menjamin akses pangan masyarakat Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal Konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 105,2 kg/kap/thn (Susenas 2005), Walaupun Kualitas konsumsi terus meningkat dan pada tahun 2005 mencapai 79,1 dan 2007 mencapai 83.1, namun konsumsi pangan sumber protein, sumber lemak dan vitamin/mineral masih jauh dari harapan. Konsumsi pangan dengan bahan baku terigu mengalami peningkatan yang sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk makanan mie dan makan lain berbahan terigu 7.9 persen pada periode 1999-2004. Pada saat ini konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia baru mencapai 6,6 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini lebih rendah dibanding Malaysia dan Filipina yang masing-masing mencapai 48 kg/kap/tahun dan 18 kg/kapita/tahun Faktor penyebab belum berkembangannya adalah : (1) belum berkembangnya teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan aneka pangan lokal lainnya, (2) belum berkembangnya bisnis pangan untuk peningkatan nilai tambah ekonomi melalui penguatan kerjasama pemerintah-masyarakat-dan swasta, (3) belum optimalnya usaha perubahan perlaku diversifikasi konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal, (4) rendahnya citra pangan lokal, (5) belum optomalnya Pengembangan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A Peningkatan status gizi masyarakat Jumlah anak balita dengan status gizi buruk diperkirakan sebesar 8.81 persen (sekitar 5 juta jiwa) dan gizi kurang sebesar 19,0 persen dan beberapa masalah gizi lainnya seperti anemia gizi besi (AGB), gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vtamin A (KVA) masih terjadi (2005). Masalah kurang energi kronis (KEK) adalah 16,7 persen pada 2003. Pada saat yang bersamaan pada kelompok usia produktif juga terdapat masalah kegemukan (IMT>25) dan obesitas (IMT>27). Peningkatan staus gizi harus dilakukan dengan dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro yang diprioritas pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya. Hal ini dapat ditempuh melalui : (1) komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan kesehatan , (2) penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK, dan Dasa Wisma; (3) peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi Peningkatan mutu dan keamanan pangan Saat ini masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan (penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti gumpal) yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan. Masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat konsumen maupun produsen (khususnya industri kecil dan menengah) terhadap keamanan pangan, yang ditandai merebaknya kasus keracunan pangan baik produk pangan segar maupun olahan. Belum ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan keamanan pangan. Oleh karena itu usaha-usaha untuk pencegahan dan pengendalian keamanan pangan harus dilakukan KEBIJAKAN DAN STRATEGI MENUJU INDONESIA TAHAN PANGAN DAN GIZI 2015 1. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian 2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan 3. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang 4. Peningkatan status gizi masyarakat 5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan Arah kebijakan Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian Menjamin ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan keragaman untuk mendukung konsumsi pangan sesuai kaidah kesehatan dan gizi seimbang Mengembangkan dan memperkuat kemampuan dalam pemupukan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di tingkat desa dan atau komunitas Meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional melalui penetapan lahan abadi untuk produksi pangan dalam rencana tata ruang wilayah dan meningkatkan kualitas lingkungan serta sumberdaya lahan dan air. Arah kebijakan Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan Meningkatkan daya beli dan mengurangi jumlah penduduk yang miskin Meningkatkan efektivitas dan efisiensi distribusi dan perdagangan pangan melalui pengembangan sarana dan prasarana distribusi dan menghilangkan hambatan distribusi pangan antar daerah Mengembangkan teknologi dan kelembagaan pengolahan dan pemasaran pangan untuk menjaga kualitas produk pangan dan mendorong peningkatan nilai tambah Meningkatkan dan memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan ekonomi perdesaan dalam rangka mengembangkan skema distribusi pangan kepada kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kerawanan pangan Arah kebijakan Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang Meningkatkan kemampuan rumahtangga dalam mengakses pangan untuk kebutuhan setiap anggota rumah tangga dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dan halal dikonsumsi dan bergizi seimbang. Mendorong, mengembangkan dan membangun, serta memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pemenuhan pangan sebagai implementasi pemenuhan hak atas pangan; Mengembangkan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A Mengembangkan jaringan antar lembaga masyarakat untuk pemenuhan hak atas pangan dan gizi Meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang. Arah kebijakan Peningkatan status gizi masyarakat Mengutamakan upaya preventif, promotif dan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) Memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya Meningkatkan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah. Arah kebijakan Peningkatan mutu dan keamanan pangan Meningkatkan pengawasan keamanan pangan Melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan keamanan pangan Meningkatkan kesadaran produsen, importir, distributor dan ritel terhadap keamanan pangan Meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan, Mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang aman dan tidak memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau oleh usaha kecil dan menengah produsen makanan dan jajanan. SASARAN Mempertahankan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari, terutama protein yang diiringi dengan menurunnya ketergantungan impor pangan maksimal 5 persen pada tahun 2015 serta tersedianya cadangan pangan pemerintah untuk kondisi darurat karena bencana alam dengan cadangan minimal 3 bulan dan berkembangnya cadangan pangan masyarakat Stabilnya harga komoditas pangan strategis yang ditandai rendahnya perbedaan harga antara musim panen dan non panen dengan perbedaan maksimum 10 persen Turunnya jumlah penduduk miskin minimal 1 persen per tahun dan berkurang 50 persennya menjadi 8 persen pada tahun 2015. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) mendekati 100 pada tahun 2015 Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan sampai 90 persen Prevalensi Kerawanan konsumsi pangan tingkat berat menurun hingga 1.5 persen pada tahun 2015; Gizi kurang bukan masalah kesehatan masyarakat, dengan prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya 19% pada tahun 2015 Menguatnya kelembagaan ketahanan pangan dan gizi di pedesaan , khususnya PKK, Posyandu dan lembaga cadangan pangan komunitas Terimplementasikannya dengan baik Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi pada setiap kabupaten/kota pada tahun 2015. A. Strategi Memantapkan Ketersediaan Pangan berbasis Kemandirian Peningkatan Kapasitas produksi domestik, melalui : (1) pengembangan produksi pangan sesuai dengan potensi daerah, (2) peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan dengan teknologi spesifik lokasi, (3) pengembangan dan menyediakan benih/bibit unggul dan jasa alsintan, (4) peningkatan pelayanan dan pengawasan pengadaan sarana produksi, (5) peningkatan layanan kredit yang mudah diakses petani Pelestarian sumberdaya lahan dan air, melalui : (1) pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian untuk mewujudkan lahan abadi, (2) sertifikasi lahan petani, (3) konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan dan air pada daerah aliran sungai (DAS), (4) pengembangan sistem pertanian ramah lingkungan (agroforestry dan pertanian organik), (5) pemantapan kelompok pemakai air untuk peningkatan pemeliharaan saluran irigasi, (6) penataan penggunaan air untuk pertanian, pemukiman dan industri, (7) pengembangan sistem informasi bencana alam dalam rangka Early Warning System (EWS), (8) rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, (9) perbaikan dan peningkatan jaringan pengairan. Penguatan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat/komunitas, melalui: (1) pengembangan sistem cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 (tiga) bulan , (2) pengembangan cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tanaman bawah tegakan perkebunan), (3) menguatkan kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan lembaga cadangan pangan komunitas lainnya, (4) pengembangan sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun lembaga usaha lainnya B. Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal Penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk peningkatan daya beli pangan beragam dan bergizi seimbang Peningkatan kelancaran distribusi dan akses pangan, melalui: (1) peningkatan kualitas dan pengembangan infrastruktur distribusi, (2) peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pasca panen, (3) pengembangan jaringan pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah dan membuka daerah yang terisolir, (4) pengembangan sistem informasi pasar, (5) penguatan lembaga pemasaran daerah, (6) pengurangan hambatan distribusi karena pungutan resmi dan tidak resmi, (7) pencegahan kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8) pemberian bantuan pangan pada kelompok masyarakat miskin dan yang terkena bencana secara tepat sasaran, tepat waktu dan tepat produk; Penjaminan Stabilitas Harga Pangan, melalui : (1) pemberlakuan Harga Pembelian Pemerintah pada komoditas pangan strategis , (2) perlindungan harga domestik dari pengaruh harga dunia melalui kebijakan tarif, kuota impor, dan/ pajak ekspor, kuota ekspor pada komoditas pangan strategis, (3) pengembangan Buffer stock Management (pembelian oleh pemerintah pada waktu panen dan operasi pasar pada waktu paceklik) pada komoditas pangan strategis, (4) pencegahan impor dan/ ekspor illegal komoditas pangan, (5) peningkatan dana talangan pemerintah (propinsi dan kabupaten/kota) dalam menstabilkan harga komoditas pangan strategis, (6) peningkatan peranan Lembaga pembeli gabah dan Lembaga usaha ekonomi pedesaan, (7) pengembangan sistem tunda jual , (8) pengembangan sistem informasi dan monitoring produksi, konsumsi, harga dan stok minimal bulanan Peningkatan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan/pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin (misalnya Raskin) dan mengembangkan pangan bersubsidi bagi kelompok khusus yang membutuhkan terutama anak-anak dan ibu hamil yang bergizi kurang C. Strategi Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal Pengembangan dan percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal melalui pengkajian berbagai teknologi tepat guna dan terjangkau mengenai pengolahan pangan berbasis tepungumbi-umbian lokal dan pengembangan aneka pangan lokal lainnya Pengembangan bisnis pangan untuk peningkatan nilai tambah ekonomi, gizi dan mutu ketersediaan pangan yang beragam dan bergizi seimbang melalui penguatan kerjasama pemerintah-masyarakat-dan swasta; Pengembangan materi dan cara ajar diversifikasi konsumsi pangan dan gizi sejak usia dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal Penguatan pola konsumsi pangan lokal yang didaerah dan kelompok masyarakat tertentu telah beragam; pengembangan aspek kuliner dan daya terima konsumen, melalui berbagai pendidikan gizi, penyuluhan, dan kampanye gizi untuk peningkatan citra pangan lokal, serta peningkatan pendapatan dan pendidikan umum. Pengembangan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A; D. Strategi Peningkatan status gizi masyarakat, melalui Peningkatan pelayanan gizi dan kesehatan kepada masyarakat miskin yang terintegrasi dengan program penanggulangan kemiskinan dan keluarga berencana, dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral) yang diprioritas pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi sampai usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya; Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi tentang gizi dan kesehatan guna mendorong terbentuknya keluarga dan masyarakat sadar gizi yang tahu dan berperilaku positif untuk mencegah gangguan kesehatan karena kelebihan gizi seperti kegemukan dan penyakit degeneratif lainnya Penguatan kelembagaan pedesaan seperti Posyandu, PKK, dan Dasa Wisma dalam promosi dan pemantauan tumbuh kembang anak dan penapisan serta tindak lanjut (rujukan) masalah gizi buruk; Peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di pusat dan daerah, dibidang pangan dan gizi sehingga terjamin adanya keterpaduan kebijakan, program dan kegiatan antar sektor di pusat dan daeah, khususnya dengan sektor kesehatan, pertanian, industri, perdagangan, pendidikan, agama, serta pemerintahan daerah untuk promosi keluarga sadar gizi, pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk secara dini dan terpadu. F. Strategi Peningkatan mutu dan keamanan pangan, melalui: Peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang keamanan pangan di tingkat rumahtangga, industri rumahtangga dan UKM serta importir, distributor dan ritel serta pemahaman tentang implikasi hukum pelanggaran peraturan keamanan pangan yang berlaku; Penguatan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dengan melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu dan keamanan pangan, law enforcement bagi produsen, importir, distributor dan ritel yang melakukan pelanggaran terhadap keamanan pangan; Peningkatan kesadaran dan perlindungan konsumen terhadap keamanan pangan. 

Sumber Berita: www.scribd.com/doc/61418172/Nuhfil

Kamis, 05 Desember 2013

JELANG PANEN RAYA BAWANG MERAH DI KECAMATAN BUNGUR ( 10 DES 2013)

 

ANALISIS PENDAPATAN DAN PERKEMBANGAN USAHA TANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum.L) DI KABUPATEN NGANJUK

Source: OAI
ABSTRACT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penunjang yang sangat penting dari pembangunan ekonomi di Indonesia. Komoditas hortikultura telah mendapatkan perhatian di samping tanaman pangan. Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura terutama untuk daerah dataran rendah yang secara nasional diprioritaskan pengembangannya. Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai komoditas andalan yaitu bawang merah. Melihat laju pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, kebutuhan pasar yang meningkat dan harga jual yang tinggi merupakan faktor yang dapat merangsang petani untuk dapat meningkatkan produksi bawang merah baik dari segi kuantitas maupun kualitas dan untuk meningkatkan pendapatan petani. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur biaya, pendapatan dan efisiensi usahatani bawang merah (Allium ascalonicum. L) dan untuk mengetahui perkembangan usahatani bawang merah (Allium ascalonicum. L) di Kabupaten Nganjuk. Penentuan tempat penelitian dilakukan dengan cara sengaja (purposive) yaitu bertempat di Desa Nglinggo Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Simple Random Sampling (Acak Sederhana) dengan responden adalah petani bawang merah. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 responden dari total populasinya sebanyak 200 responden. Pengambilan data dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan petani, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan sumber data yang ada diperoleh data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakan adalah: (1) analisis usahatani untuk menganalisis struktur biaya, penerimaan, pendapatan dan efisiensi usahatani bawang merah (2) Analisis Trend untuk mengetahui perkembangan usahatani bawang merah dalam rentang waktu 12 tahun (1993-2004) di Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani bawang merah sebesar Rp 33.181.751,75 per hektar; Penerimaan yang diterima oleh petani dari hasil usahatani bawang merah sebesar Rp 45.865.000,00 per hektar; Pendapatan per hektar yang diperoleh petani dari usahatani bawang merah sebesar Rp 12.683.248,75. Nilai efisiensi (R/C Ratio) dari usahatani bawang merah sebesar 1,38. Usahatani bawang merah di Desa Nglinggo Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk menguntungkan dan layak untuk dikembangkan lebih besar lagi (2) Usahatani bawang merah di Kabupaten Nganjuk mulai di usahakan sejak tahun 90-an. Trend luas lahan, produksi, produktivitas dan harga bawang merah perkembangan usahatani bawang merah cenderung mengalami peningkatan sehingga Kabupaten Nganjuk dijadikan sebagai salah satu penghasil bawang merah di Jawa Timur.

Sumber :
http://www.researchgate.net/publication/50432210_ANALISIS_PENDAPATAN_DAN_PERKEMBANGAN_USAHA_TANI_BAWANG_MERAH
_%28Allium_ascalonicum.L%29_DI_KABUPATEN_NGANJUK

Panen Tomat dan Tanam Perdana Bawang Merah di Tampunang -Bungur

 
RANTAU - Kelompok Tani  Tampunang di Desa Sabah  Kecamatan Bungur melakukan panen tomat perdana dan tanam bawang merah di lahan mereka belum lama tadi.
Acara ini dihadiri oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Tapin, H Yusriansyah, Kabid Bina Produksi pada  Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin Wagimin. Juga dihadiri  kelompok tani yang ada di Tapin, kelompok tani dari  Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten Banjar. Terlihat hadir perwakilan perusahaan produsen bibit unggul PT East West Seed Indonesia yang siap mendukung kelompok tani di daerah ini untuk mengembangkan tanaman hortikultura kedepannya di Tapin.
Kegiatan panen raya perdana tanaman tomat tersebut dirangkai dengan diskusi yang bersifat edukasi antara kelompok tani, petani, dengan tim ahli di bidang pertanian hortikultura dari produsen benih  cap Panah Merah. Sekaligus  melakukan temu lapang dengan petani di sentra penanaman tomat di Tampunang Desa Sabah.
Perwakilan dari Panah Merah menampilkan 3 varietas tomat tahan virus sekaligus. Petani diajak langsung untuk melihat tanaman tomat di lahan pada beberapa fase pertumbuhan, sehingga diharapkan dapat menimba dan menerapkan ilmu budidaya yang didapatnya untuk kemajuan petani di daerah asalnya.
Kepala Bagian Bina Produksi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Tapin, Wagimin mengatakan,  pangan padi beras A  sudah surplus. Namun untuk hortikultura khususnya sayuran masih perlu untuk menggerakan potensi-potensi lahan  dan juga menggerakan kelembagaan petani, terutama didaerah tertentu di Tapin yang berpotensi untuk dikembangkan tanaman sayuran.
"Di Tapin dinilai masih kekurang tanaman hortikultura seperti sayuran, karena petani di Tapin yang berusaha menanam jenis sayuran masih tergolong kecil sekali. Sebenarnya itu peluang agribisnis dan peluang usaha bagi petani-petani kita khususnya yang menanam sayuran," ujar Wagimin.
Di Tapin tidak hanya tanaman padi, jagung, dan kedelai namun tanaman sayuran harus diperhatikan.  Dan tahun ini tanaman sayuran kita kembangkan dengan sungguh-sungguh seperti di Desa Kakaran sudah dikembangkan diatas lahan seluas 10 hektare, dan juga di Tampunang Desa Sabah dikembangkan berbagai macam jenis tanaman sayuran.
“Petani akan terus kita kembangkan, kita bimbing, kita kawal untuk memproduksi sayuran agar keperluan di Tapin tercukupi, karena usaha tani hortikultura jenis sayuran sangat menjanjikan dan sangat menguntungkan bagi petani kita. Apalagi   umur tanaman sayuran itu sekitar dua bulan saja sudah bisa produksi, dan dibutuhkan kecangkalan para petani itu sendiri," ujar Wagimin.
Wagimin juga mendunung petani untuk menanam varietas yang sudah tahan terhadap  gemini virus dan berproduksi tinggi, karena sejalan dengan program pertanian organik dari pemerintah.
Dikatakan Wagimin, terobosan yang dilakukan oleh Panah Merah dari hasil penelitian dan pengembangan dari sudah mendapatkan varietas-varietas tomat.  Seperti jenis tomat yang ditanam di Tampunang adalah Tantyna F1 yang tahan terhadap Gemini virus, tahan layu bakteri, dan toleran terhadap iklim panas. Betafila  F1 yang juga tahan virus, berbuah besar dan lebat. Varietas tahan virus ini sudah diproduksi dan secara komersial sudah disebarkan kepada petani di seluruh  Indonesia.
Sementara itu Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Hortikultura Tapin, H Yusriansyah mengaku terkesan dengan acara panen tomat kemarin. "Kalau yang saya hadirikan biasanya panen padi, nah yang ini beda, panen tomat dengan buah yang matang, sehat, dan banyak lagi," ujar Yusriansyah.
Dikatakan Yusriansah, hal ini sesuai dengan visi dan misi pak Bupati Tapin."Kabupaten Tapin memang sudah surplus beras, namun untuk jenis tanaman hortikultura, kita masih tertinggal jauh. Dan pada panen tomat kemarin, jenis tanaman hortikultura ini lebih menjanjikan kedepannya dan sangat potensial dikembangkan di Tapin," ujar Yusriansah.
Terutama disaat musim-musim tidak memungkinkan menanam padi, dan saat itu lahannya bisa ditanami dengan berbagai jenis tanaman hortikultura seperti bawang, melon, tomat, kedelai. “Karena jenis tanaman hortikultura ini pada musim-musim tertentu  akan langka, dan harganya juga akan melonjak.(nti/ij/ran)
 
Sumber : http://www.radarbanjarmasin.co.id/berita/detail/57474/-panen-tomat-dan-tanam-perdana-bawang-merah-di-tampunang.html

EVALUASI KINERJA PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 DAN SASARAN PRODUKSI 2014







EVALUASI PROGRAM KEGIATAN PENYULUHAN 2013 DAN RENCANA 2014 SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PROV.KALSEL























Rabu, 04 Desember 2013

Stasiun Televisi Pertanian...





Baru-baru ini saya menonton sebuah tayangan di saluran berbayar (cabel television) tentang pertanian di sebuah desa di negara Spanyol. Banyak sekali informasi yang didapat. Tetapi setelah itu pikiran saya melayang-layang seandainya saja Indonesia mempunyai televisi khusus pertanian maka banyak sekali informasi yang bermanfaat diperoleh oleh para petani, mahasiswa, pemerhati pertanian dan lain-lain. Dengan adanya Stasiun Televisi Khusus Pertanian makin menguatkan posisi bangsa Indonesia sebagai negara agraris. Memang sudah banyak media baik cetak maupun elektronik yang mengupas tentang pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan tapi masih belum cukup karena masih ada keterbatasan penyampaian informasi ke petani/nelayan. Sudah saatnya pemerintah, pengusaha atau apa namanya peduli dan berani menginvestasikan uangnya untuk membuat stasiun televisi pertanian ini.
Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk merasa malu melihat kondisi dan potensi pertanian, perikanan serta perkebunan Indonesia yang semakin terpuruk. Banyaknya komoditi pertanian dari luar Indonesia terutama India, Cina, Thailand, Eropa, Australia dan Amerika dengan harga murah dan berkualitas makin merajai dan mempersempit peluang produk pertanian dalam negeri untuk bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Sebuah keironian yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah punya keinginan yang kuat untuk mengembangkan dan fokus menggarap potensi pertanian untuk menjadi skala prioritas utama dalam perencanaan pembangunannya.
Selama ini kelemahan bangsa Indonesia adalah menggarap data base yang akurat, valid dan sahih sehingga orang-orang yang bergerak di dunia pertanian seringkali kesulitan memperoleh informasi yang jelas antara produksi dan kebutuhan hasil-hasil pertanian/perikanan/perkebunan. Semuanya berjalan meraba-raba. Ada informasi kalau di daerah A punya banyak cengkeh tapi berapa banyak jumlahnya. Apakah bisa memenuhi kebutuhan untuk dalam negeri atau luar negeri tiap bulannya ? Inipun terjadi juga di dunia perikanan.
Sebagai cucu dari seorang petani dan yakin sebagian besar kakek-kakek para pembaca juga seorang petani maka sudah sewajarnya memikirkan bagaimana caranya agar informasi yang akurat dan lengkap bisa diperoleh oleh parapetani di seluruh Indonesia. Seperti kita ketahui bersama, lebih dari setengah rakyat Indonesia masih tergantung kepada sektor pertanian dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut data BPS, jumlah petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 46,7 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruh tani dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani.
Sudah saatnya ada lembaga baik pemerintah atau swasta menggarap informasi tentang pertanian ini dengan membuat stasiun televisi khusus pertanian. Memang banyak yang mengatakan kalau berita pertanian terkendala masalah rating alias kurang menguntungkan. Tetapi nanti dulu, menurut saya kalau acaranya digarap dengan baik, apik dan menarik maka stasiun televisi khusus pertanian mempunyai banyak pemirsanya. Contoh yang paling mudah dilihat adalah betapa bagusnya penggarapan tayangan di National Geographic TV, Discovery Channel, Agro TV (Spanyol), TV Agro (Equador) dan Televisi Pertanian Israel (saya kurang hafal namanya). Contoh yang lain adalah mulai banyaknya orang kota berkunjung ke tempat-tempat outbound yang menyajikan kegiatan pertanian bagi anak-anak sekolah. Misalnya Taman Mekar Sari. Jadi ada potensi dan peluang bisnis di dunia pertelevisian negeri ini.
Pada jaman orde baru, pemerintah telah berhasil menyelenggarakan klompencapir (kelompok pendengar, pembaca, dan pirsawan). Para petani dibuat beberapa kelompok untuk kuis atau cerdas cermat. Betapa dulu para petani kita demikian pintar, bisa menjawab beberapa macam jenis pupuk dan cara-cara bercocok tanam. Para mahasiswa pertanian dan sarjana pertanian tidak enggan turun ke desa-desa. Ada acara potong padi dan dialog. Lucu dan informatif. Sudah saatnya para pengusaha pertelevisian nasional mempunyai tanggung jawab sosial dan moral untuk memberikan tayangan yang bermanfaat dengan mendirikan stasiun televisi khusus pertanian. Yakinlah akan banyak sekali manfaat dan keuntungan yang diperoleh.
Apakah ini sekedar angan-angan ? Saya hanya bisa berdoa dan membayangkan kalau suatu saat saya bisa mendirikan stasiun televisi pertanian. Amin.

Copas   : http://ruddabby.wordpress.com/2010/07/03/stasiun-televisi-pertanian/

Kamis, 21 November 2013

Petani Makmur?. Kenapa Tidak.

Petani Makmur?... Kenapa Tidak.




Mengutip apa yang disampaikan oleh Fauzi Umar ttg  Negeri Gajah Putih (Thailand), "Thailand saat ini merupakan negara pengekspor terbesar produk pertanian dunia. Umumnya, petani Thailand makmur dan rata-rata memiliki mobil double cabin.
Keberhasilan Pemerintah Thailand di sektor pertanian ini adalah akibat keberpihakan Raja Bhumibol Abuljadey memproteksi para petani. Negara sangat menyadari aspek strategis produk pertanian yang menjadi hajat hidup sebagian besar penduduk bumi. Itu sebab, negara mengelola sektor ini secara sangat serius, bahkan didukung riset dan rekayasa teknologi dengan melibatkan para ahli dan pakar dunia.
Melalui hasil riset dan rekayasa teknologi ini Pemerintah Thailand telah mengambil kebijakan untuk mengembangkan satu produk pada satu wilayah (one village one commodity) dengan memperhatikan aspek keterkaitan dengan sektor lain (back word and forward linkage), skala ekonomi dan hubungannya dengan outlet (pelabuhan). Akibatnya, tumbuh cluster-cluster (kelompok-kelompok) bisnis, sehingga masing-masing wilayah memiliki kekhasan sesuai dengan potensi wilayahnya.
Thailand Selatan umumnya menjadi cluster penghasil kelapa sawit, beras, dan karet rakyat. Cluster buah-buahan dipusatkan di Provinsi Nalochitara, sayur-sayur dikembangkan di Sapurburi, dan seterusnya. Pengembangan cluster ini didukung pula dengan industri prossesing dan sarana lainnya, seperti pelabuhan untuk mendukung ekspor.
Pemerintah Thailand juga memproteksi produk pertanian dengan memberikan insentif dan subsidi kepada petani. Kebijakan ini telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan kosong dan tak produktif untuk ditanami dengan tanaman yang berprospek ekspor." (Fauzi Umar , Pegawai BPKS Sabang - Aceh, dari perjalananya ke Thailand Selatan.)


Indonesia sendiri sebenarnya telah melakukan terobosan sebagaimana yang termaktub dalam Permentan No. 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, yang dalam lampirannya secara terang menjelaskan tentang arah strategi hingga Implementasinya. 
Di Era otonomi daerah sekarang ini peran pimpinan daerah khususnya Kabupaten/Kota menjadi sangat penting dalam menyambut dan "membumikan" program2 tersebut. Kita tentu mengharapkan program pengembangan kawasan pertanian ini walaupun "masih seumur jagung" suatu saat akan menunjukan hasilnya tentu dengan didukung oleh kebijakan2 dari pusat maupun daerah, sehingga pada akhirnya tidak hanya menjadi sebuah rencana yang akan berganti dengan bergantinya pemimpin dan kepemimpinan, Kemakmuran para petani tentu akan menjadi taruhannya. 
Petani Makmur?. Kenapa Tidak.

Berikut kami kutipkan Bab 5.3 lampiran Permentan no. 50 Tahun 2012 :

5.3. Penetapan Komoditas
Komoditas unggulan yang akan dikembangkan dalam bentuk kawasan
pertanian tersebut adalah 40 (empat puluh) komoditas unggulan nasional yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014.
Komoditas unggulan nasional dimaksud mencakup 7 (tujuh) komoditas tanaman
pangan, 11 (sebelas) komoditas hortikultura, 15 (lima belas) komoditas perkebunan
dan 7 (tujuh) komoditas peternakan. Secara rinci ke 40 (empat puluh) komoditas
unggulan nasional tersebut adalah sebagaimana Tabel 5.


Proses dan metode penetapan komoditas unggulan yang akan dikembangkan
dalam bentuk kawasan pertanian adalah sebagai berikut :
1) Ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai komoditas unggulan nasional yang
akan dikembangkan untuk masing-masing kabupaten/kota di tiap provinsi.
2) Komoditas tersebut sebelumnya telah dibahas dan disepakati sebagai
komoditas unggulan untuk kabupaten/kota dalam forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional.
Namun demikian, dalam rangka mempromosikan komoditas unggulan daerah
menjadi komoditas unggulan nasional ke depan, serta mendorong peningkatan
produksi, mutu, kontinuitas pasokan sepanjang tahun terutama dalam menekan
impor produk pertanian, maka dimungkinkan untuk mengembangkan komoditas lain
di luar komoditas unggulan nasional. Dalam rangka swasembada dan swasembada
berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya
saing dan ekspor, maka diperkenankan mengembangkan 40 komoditas
sebagaimana pada Tabel 5, namun yang menjadi prioritas adalah pengembangan
komoditas padi, jagung, kedelai, tebu, sapi, cabe, dan bawang merah sebagaimana
Lampiran 4.