Pesan-Pesan

Selasa, 09 Desember 2014

Teknik budidaya kedelai di agroekologi lahan kering


Agroekologi lahan kering dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu lahan kering tidak masam dan lahan kering masam. Pola tanam di lahan kering diantaranya adalah : (1) kedelai – kedelai – bera, (2) padi gogo – kedelai, (3) jagung – kedelai – tembakau, (4) kedelai- kedelai – kacang-kacangan lain. Pada budidaya kedelai pertanaman masa musim hujan pertama (MH I) yang jatuh pada Oktober – Januari, dianjurkan menggunakan varietas umur sedang, dan pertanaman pada musim marengan (MH II) yang jatuh pada Februari – Mei dapat dipilih varietas umur sedang atau genjah. Teknik budidaya kedelai pada lahan kering adalah sebagai berikut :
  1. Lahan disiapkan dengan pengolahan tanah sampai gembur menjelang musim hujan, yakni dengan dibajak 1 – 2 kali, kemudian digaru 1 kali dan diratakan.
  2. Pembuatan saluran drainase dengan jarak antar saluran 3 – 5 m, berukuran lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm. Tanah bertekstur halus (tanah berat) dan lahan yang bertopografi datar, jarak antar saluran dapat diperapat menjadi 2 – 3 m.
  3. Varietas yang dianjurkan :
    (a) Pada lahan kering masam dapat menggunakan varietas Anjasmoro, Rajabasa, Slamet, Tanggamus, Nanti, Sibayak, Ratai, dan Sinabung baik untuk pertanaman MH I maupun MH II,
    (b) Pada lahan kering tidak masam dapat menggunakan varietas Anjasmoro, Baluran, Argopuro, Gumitir, Detam 1, Detam 2, Wilis, Kaba, Sinabung, Arjasari, dan Malika untuk pertanaman MH I, atau varietas Argomulyo, Burangrang, Baluran, Malabar, dan Ijen untuk pertanaman MH II.
  4. Penggunaan benih berkualitas dan bersertifikat dengan total kebutuhan benih antara 40 – 6- kg/ha.
  5. Perlakuan benih dengan carbosulfan (10 g Marshal 25 ST/kg benih) atau fipronil (10 ml Regent/kg benih) untuk mengendalikan lalat bibit dan hama lain.
  6. Perlakuan benih dengan pupuk hayati sumber rhizobium (20 g sumber rhizobium/kg benih) bagi lahan yang sebelumnya tidak pernah ditanami kedelai.
  7. Populasi tanaman 350.000 – 500.000 per hektar, dengan pengaturan jarak tanam berturut-turut 40 x 15 cm (tanah yang subur dan cukup air) dan 40 x 10 cm (tanah kurang subur dan air terbatas), dan ditanam dua tanaman per lubang.
  8. Pada lahan kering masam perlu digunakan amelioran.
  9. Pemupukan di lahan kering tidak masam menggunakan dosis 25 – 75 kg Urea/ha, 25 – 100 kg SP36/ha dan 50 – 100 kg KCl/ha. Sedangkan di lahan kering masam menggunakan dosis pemupukan 25 – 75 kg Urea/ha, 25 – 150 kg SP36/ha dan 25 – 100 kg KCl/ha. Dosis diberikan seluruhnya pada saat tanam.
  10. Pengairan dilakukan selama fase awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pengisian polong.
  11. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan sesuai kondisi di lapangan.
  12. Tanaman dapat dipanen jika daun sudah rontok atau 95% polong sudah berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Pemanenan dilakukan dengan cara disabit atau dicabut. Pembijian dilakukan dengan sistem geblok menggunakan pemukul kayu atau secara mekanis menggunakan mesin perontok.
Sumber : Panduan Teknis Budidaya Kedelai di Berbagai Agroekosistem. Diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian

Minggu, 19 Oktober 2014

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAYURAN PADA LAHAN LEBAK DI KALIMANTAN SELATAN (Kasus di Desa Amparaya Kabupaten Hulu Sungai Selatan) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan





Analisis Usaha Budidaya Jamur Tiram


 

 

Analisa usaha budidaya jamur tiram.












Biaya pembuatan kumbung 10.000 Baglog Rp 2.000.000



Biaya pembelian bibit 1.500 X 10.000 Rp 15.000.000



Biaya instalasi dan pemasangan pipa air Rp 150.000



Biaya pegawai tetap Rp 500.000



Listrik
150.000



Biaya Transportasi (6 bln) Rp 250.000










Biaya Produksi Rp 18.050.000

















Kemampuan tumbuh jamur setiap baglog





0,4 X 1,80 kg  = 0.72 kg/baglog





0,72 X 10.000    = 7200 kg





Jika harga jual jamur tiram di pasar per kilogram   Rp.10.000,-



maka Rp.10.000,- x 7.200 kg  = Rp.72.000.000,- perolehan kotor penjualan jamur tiram segar







Penghasil Kotor – Biaya Produksi  = 72.000.000 – 17.800.000 (Modal THP 2)

Keuntungan bersih (6 bln)              = 53.950.000     



BUDIDAYA JAMUR TIRAM DI BANJARMASIN

Budidaya Jamur Tiram Di Kalimantan
Untuk Budidaya Jamur
Pertama - Tama yang Harus di Perhatikan Adalah
IKLIM

1.    Temperature
Budidaya Jamur Tiram Di kalimantan

Serat (miselium) jamur tiram tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 23-28 °C, artinya kisaran temperature normal untuk pertumbuhannya.  Waluapun begitu, dengan temperature di bawah 23 °C, miselium jamur masih dapat tumbuh meskipun memerlukan waktu yang lebih lambat.
Sedangkan untuk pertumbuhan tubuh buahnya yang bentuk seperti cangkang tiram, memerlukan kisaran suhu antara 13-15 °C selama 2 samapai 3 hari.

Bila nilai temperature rendah tersebut tidak didapatkan, maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu pertumbuhan tumbuh buah jamur tidak akan terbentuk, yang berarti pemeliharaan tidak berhasil, atau walaupun terbentuk maka waktu yang diperlukan akan lama.
Tetapi walaupun demikian fase kedua jamur tiram tersebut masih dapat tumbuh pada rentang suhu 12-37,8 °C.

2.    Kelembapan

Kandungan air di dalam subtract sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur.
Terlalu sedikit air akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu, bahkan terhenti sama sekali. Namun, apabila terlalu banyak air, miselium akan membusuk dan mati. Kandungan air didalam subtract tanaman akan didapat dengan baik bila dilakukan penyiraman.
Jamur tumbuh baik dalam keadaan yang lembab, tetapi tidak menghendaki genangan air. Miselium jamur tiram tumbuh optimal pada subtract yang memiliki kandungan air sekitar 60%. Sedangkan untuk merangsang pertumbuhan tunas dan tubuh buah, memerlukan kelembapan udara sekitar 70-85%.

3.    Cahaya

Miselium jamur tiram putih tumbuh optimal pada keadaan gelap. Sebaliknya, tubuh buah jamur tidak dapat tumbuh pada tempat gelap. Cahaya diperlukan untuk merangsang pertumbuhan tubuh buah. Tangkai jamur akan tumbuh kecil dan tudung tumbuh abnormal bila saat pertumbuhan primordial tidak memperoleh penyiraman.

Akan tetapi, cahaya matahari yang menembus secara langsung dapat merusak dan menyebabkan kelayuan, serta ukuran tudung yang relative kecil. Pertumbuhan jamur hanya akan memerlukan cahaya yang bersifat menyebar. Oleh karena itu, diperlukan peneduh pohon di dekat bangunan tempat pemeliharaan jamur.

4.    Udara

Jamur tiram putih adalah tanaman saprofit fakultatif aerobic yang membutuhkan oksigen sebangai senyawa untuk pertumbuhannya. Sirkulasi udara yang lancer akan menjamin pasokan oksigen. Terbatasnya pasokan oksigen udara disekitar tempat tumbuh jamur dapat mengganggu pertumbuhan tubuh buah.

Jamur tiram juga yang tumbuh pada tempat yang kekurangan oksigen memiliki tubuh buah kecil dan abnormal. Tubuh buah jamur yang tumbuh pada tempat yang kekurangan oksisgen akan mudah layu  dan mati. Jamur tiram juga memerlukan sirkulasi udara segar untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, harus diberi ventilasi agar pertukaran udara dapat berjalan secara baik.

Pertumbuhan miselium jamur memerlukan kandungan karbon dioksida yang agak tinggi, yaitu 15%-20%. Tetapi, jamur tiram yang tumbuh pada tempat yang mengandung karbo dioksida yang terlalu tinggi memiliki tubuh buah yang abnormal. Biasanya, tudung jamur tiram tumbuuh relative kecil dibandingkan tangkainya.

5.    Derajat Keasaman (pH)

Miselium jamur tiram putih tumbuh optimal pada pH media yang sedikit asam, yaitu antara 5,0-6,5. Nilai pH medium diperlukan untuk produksi metabolism dari jamur tiram putih, seperti produksi asam organic.

Kondisi asam dapat menyebabkan pertumbuhan miselium jamur tiram terganggu, tumbuh kontaminasi oleh jamur lain, bahkan menimbulkan kematian jamur tiram putih. Kondisi pH yang terlalu tinggi (basa), dapat menyebabkan system metabolism dari jamur tiram putih tidak efektif. Bahkan, menyebabkan kematian. Tubuh buah jamur tiram tumbuh optimal pada pH lingkungdn yang mendekati normal (pH 6,8-7,0).



MEDIA TANAM

Secara tradisional, di Jepang, bibit ditanam di dalam lubang atau garisan di kayu kering. Pengeringan dilakukan dengan tenaga sinar matahari atau listrik. Dalam budidaya modrn, media tumbuh yang digunakan berupa kayu tiruan (log) yang dibuat dalam bentuk silinder. Komposisi media ini berupa sumber kayu (gergaji kayu, ampas tebu), sumber gula (tepung-tepungan), kapur, pupuk P, dan air.

1.    Nutrisi

Pertumbuhan yang optimal dapat dicapai bila lingkungannya sesuai serta tersedia nutrisiyang cukup. Protoplas sel memerlukan  nitrogen, fosfor, dan nutrisi lai. Karbon selain diperlukan untuk pembentukan protoplasma, juga diperlukan sebagai sumber energy. Sehingga karbon lebih banyak dibutuhkan  disbanding dengan nitrogen.
Nitrogen dibutuhkan untuk pembentukan asam nukleat. Sedangkan protein dan kitin diperlukan untuk pembentukan dinding sel jamur.

2.    Kehadiran Mikroorganisme lain

Media tempat tumbuh merupakan sumber energy utama bagi jamur tiram. Kehadiran mikroorganisme lain dapat menyebabkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi,  sehingga jamur yang diharapkan tidak dapat tumbuh dengan optimal.
Bahkan, sebagian dari competitor tersebut dapat mengeluarkan senyawa yang bersifat toksin terhadap organism disekitarnya.
Sterilisasi media merupakan cara yang efektif untuk membebaskan media tanam dari kehadiran jasad asing di dalam media tanam yang tidak diharapkan.



KETINGGIAN TEMPAT

Kondisi di atas lebih mudah dicapai didaerah dataran tinggi sekitar 700-800 m dpl. Kemungkinan budidaya jamur didataran rendah tidak mustahil, asalkan iklim ruang penyimpanan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan jamur, di tempat tinggal saya Lokbaintan,Banjarmasin Kalimantan Selatan ketinggian daerah nya kira-kira 750-850 m dpl jadi cukup untuk pembudidayaan.



PEMBIBITAN
Jual Bibit Jamur Tiram Di Kalimantan

Bibit yang dapat digunakan adalah F2, Untuk membuat bibit sendiri, diperlukan alat dan bahan yang steril karena proses ini sangat rentan terhadap kontaminasi. Sterilisasi pembuatan bibit biasa menggunakan laminar flow atau transfer box, atau datang ke tempat kerja saya di Lokbaintan dekat Pasar Terapung, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.



ALAT DAN BAHAN

Untuk membudidayakan jamur tiram, diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :

•    Kompor minyak tanah
•    Drum berdiameter 80 cm, tinggi 96 cm
•    Rak, dengan luas 3m²
•    pH meter
•    Thermometer
•    Sprayer / penyemprot, dengan pipa paralon 2 inci sebanyak 300 buah
•    Cincin
•    Lampu spirtus, dengan volume 30 liter
•    Baskom plastic
•    Sekpo
•    Serbuk kayu albasia sebanyak 10,5 kg
•    Dedak halus sebanyak 21 kg
•    Tepung jagung sebanyak 0,6 kg
•    TSP murni 1 kg
•    Kapur 3 buah
•    Bibit jamur F2sebanyak 3 buah
•    Alcohol 95% sebanyak 1 liter
•    Kantung plastic transparan (20x35x0,5)  cm sebanyak 300 buah
•    Kertas roti 10 x 10 sebanyak 300 buah
•    Karet gelang tahan panas 600 buah
•    Air sumur 30 liter



PEMBUATAN JAMUR TIRAM

Adapun proses pembuatan jamur tiram adalah sebagai berikut

1.    Serbuk gergaji dipilih dan dibersihkan. Bagian yang besar dan tajam dibuang karena dapat merusak plastic substrat.

2.    Bahan yang sudah ada dicampur sesuai komposisi takaran dalam jolang / baskom plastic. Aduk sampai merata, jangan sampai ada gumpalan-gumpalan. Adapun bahan yang dicampurkan untuk menghasilkan 100 log adalah sebagai berikut :
•    Serbuk gergaji atau ampas tebu halus 10,5 kg
•    Tepung jagung 0,6 kg
•    Dedak halus 21 kg
•    TSP 1 kg
•    Kapur 3 buah
            Beri air secukupnya, dengan kandungan air 60% dan pHmedia diukur.

3.    Campuran bahan dimasukan ke dalam plastic transparan dengan ukuran 20 x 35 cm dan tebal 0,5. Media harus dipadatkan agar terbentuk log yang baik. Media yang bagus adalah kepadatannya merata. Jangan lupa, ujung plastic bagian bawah ditusuk jari telunjuk supaya masak. Hal ini dilakukan agar bahan yang dimasukkan dan dipadatkan bisa duduk posisinya (tidak miring). Pengisian dilakukan tidak terlalu penuh, tapi disisakan 15 cm untuk memudahkan dalam mengikat.

4.    Tiap log ditimbang beratnya, yaitu sebanyak 1,2 kg.

5.    Sisa ujung plastic ke dalam cincin dilipat keluar, lalu diikat mulut plastic tersebut dengan karet tahan panas.

6.    Tutup mulut log tersebut dengan kapaskemudian tutup lagi dengan kertas, lalu diikat lagi dengan karet.

7.    Dilakukan pengukusan terhadap log media selama 12 jam.


8.    Lamanya pengukusan dihitung setelah air di dalam drum mendidih.

9.    Setelah selesai pengukusan, media di angkat dari drum. Lalu, biarkan selama 8 jam atau sampai dingin pada ruangan yang tertutup. Untuk selanjutnya, dilakukan penanaman bibit.

10.    Setelah media dingin, baru dilakukan penanaman bibit, caranya:
  •     Penanaman bibit dilakuan di ruangan tertutup
  •     Semprot isi ruangan dengan alcohol 95%
  •     Gunakan sarung sarung tangan dan semprot dengan alcohol 95%
  •     Untuk memudahkan penanaman bibit, media yang akan diinokulasi disimpan di depan dekat tangan kiri. Bibit yang akan ditanamkan disimpan di depan dekat tangan kanan. Antara media yang akan ditanami dan bibit, disimpan lampu spirtus.
  •     Buka karet, kertas penutup, serta kapas penutup media.
  •     Masukkan 3 sendok makan bibit untuk satu log media.
  •     Setiap gerakan sendok yang dipakai, dipanaskan dengan api dari lampu spirtus.
  •     Media yang sudah ditanami bibit tersebut ditutup kembali dengan kapas.
  •     Penanaman bibit dikerjakan dengan cepat, tetapi harus teliti.
11.    Media yang sudah ditanami bibit disimpan di atas rak.

12.    Biarkan sampai seluruh media diisi miselium jamur.

13.    Miselium tumbuh memenuhi log media. Setelah seluruh log media ditumbuhi miselium, tutup kapas dan cincin pada bagian atas log tersebut dibuka.

14.    Kelembapan lingkungan dipertahankan dengan menyemprot menggunakan sprayer.

15.    Tubuh buah yang sudah cukup mekar dapat dipanen.



PENYIMPANAN LOG


Budidaya Jamur Tiram Di KalimantanJika kita akan menyimpan log di dalam bangunan, masa tanam jamur tiram tidak tidak diatur oleh kondisi iklim dan dapat dilakukan setiap saat. Log yang sudah ditanami bibit harus disimpan di tempat yang menunjang pertumbuhan miselium dan tubuh buah.
Bangunan untuk menyimpan log dapat dibuat permanen untuk budidaya jamur tiram skala besar atau di dalam bangunan semi permanen.

Tempat pemeliharaan jamur dibuat dengan ukuran 10 x 12 m² yang di dalamnya terdapat 8 buah petak pemeliharaan berukuran 5,7 x 2,15 m². jarak antara petak 40-60 cm. di dalam setiap petakan dibuat rak-rak yang tersusun ke atas untuk menyimpan 1.300-1.400 log. Rangka bangunan dapat dibuat dari besi, kayu atau bambu.
Log disimpan di atas rak dengan posisi tegak atau miring. Jarak penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga tubuh buah yang tumbuh dari log tidak tumpang tindih dengan tubuh buah yang lain.
Budidaya Jamur Tiram Di kALIMANTAN

PANEN

•    Ciri dan Umur Panen
Jamur tiram Pleurotus adalah  jamur yang rasanya enak dan memiliki aroma yang baik jika dipanen pada waktu umur muuda. Panen dilakukan setelah tubuh buah mencapai ukuran maksimal saat 2-3 hari setelah tumbuh bakal tubuh buah.

•    Cara Panen
Pengambilan jamur harus dilakukan dari pangkal batang karena batang yang tersisa dapat mengalami kebusukan. Potong jamur dengan pisau yang bersih dan tajam, kemudian simpan di wadah plastic dengan tumpukan setinggi 15 cm.

•    Periode Panen
Panen dilakukan setiap hari atau beberapa hari sekali, tergantung dari jarak pembukaan log-log. Dari satu log akan dihasilkan sekitar 0,8-1 kg jamur.

Untuk mengetahui jenis - jenis jamur yang bisa dikonsumsi dan dibudidayakan silahkan lihat disini: jamur kayu, jamur merang, jamur kuping atau lebih lengkap silahkan Lihat Arsip, Daftar Jamur 
Daftar Jamur yang Dapat dikonsumsi.
 

Contact Person : Hamsun
Telp/Hp: 0812-5125-5837 / 0878-1452-7796

 
SUMBER  :  http://budidayajamurtiramdibanjarmasin.blogspot.com/

Rabu, 15 Oktober 2014

Tiga Hal Yang Harus Dilakukan Berkenaan Turunnya Harga Karet




 Harga karet di pasar internasional saat ini tengah mengalami penurunan drastis. Pada 2000, harga karet sempat bertengger hingga US$ 5,7 per kilogram (kg), namun saat ini hanya mencapai US$ 1,6 per kg.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2014) menyatakan "ada tiga hal yang harus segera dilakukan" , yaitu  :

Solus Pertama, pemerintah akan mengusulkan agar ITRC ditingkatkan dan dikembangkan jadi Asean Rubber Committee atau Cooperation.   "Ada kerja smaa karet alam ASEAN. Jadi nggak hanya 3 negara, tapi bisa masuknya Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar untuk bergabung karet alam kerja sama itu. Tantangan industri karet seimbangkan kebutuhan dengan pasokan. Kalau kelebihan salah satu, dampaknya terasa disektor harga," ungkap Bayu.

Solusi kedua, dengan meningkatkan produktivitas karet rakyat, karena lebih dari 95% karet alam diproduksi oleh petani kecil dan perkebunan rakyat.


Solusi Ketiga
"Nah, kita harus tingkatkan produktivitasnya. Perkebunan di indonesia hanya 600-700 kg per hektar (ha), padahal negara tetanggan 2-3 ton per ha. Ini saya kira tantangan besar yang berlangsung lama. Tapi hasil perlu ditingkatkan," jelas dia.

Beberapa penyebab Harga Karet Dunia Anjlok





Jakarta: Harga karet dunia saat ini terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Saat ini harga karet dunia berada pada kisaran US$ 1,6 per kilogram, turun 400% dari harga karet tertinggi yang pernah dicapai sebesar US$ 5,7 per kilogram.

Menurut Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi penyebabnya adalah berubahnya struktur produsen karet dunia. Kebijakan karet yang awalnya hanya diintervensi oleh tiga negara pemasok karet terbesar dunia (Thailand, Indonesia, dan Malaysia) di dalam International Tripartit Rubber Committee/Corporarion (ITRC), kini Vietnam sudah mulai menggeser Malaysia dan campur tangan dalam harga karet dunia.

"Tidak hanya Vietnam, negara lain seperti Laos, Kamboja, India, dan Tiongkok juga melakukan hal yang sama karena diklaim telah memproduksi karet dengan jumlah cukup besar," ucap Bayu di kantor Kementerian Perdagangan, Jl Ridwan Rais, Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Indonesia saat ini mengusulkan memperbaiki harga karet dunia dengan membentuk ASEAN Rubber Committee atau Corporation. "Usulan ini memasukan negara-negara di kawasan ASEAN yang memproduksi karet cukup besar bersama-sama untuk membuat kebijakan yang saling menguntungkan. Namun upaya ini masih tertunda karena faktor teknis dari masing-masing negara," ungkap Bayu.

Sangan realistis harga karet dunia itu sebesar US$3-US$3,5 per kilogram. "Proses mengusulkan ITRC ditingkatkan dan dikembangkan menjadi ASEAN Rubber Committee/Corporation artinya ada kerjasama karet alam di ASEAN yang bisa menyertakan Laos, Vietnam, Myanmar. Kita sudah masuk tetapi belum disikapi karena kondisi Thailand seperti itu dan Indonesia juga pemerintahnya akan berganti," papar Bayu.

Sementara itu Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan bahwa penyebab lain anjloknya harga karet dunia adalah kekhawatiran akan pelemahan pertumbuhan Industri Tiongkok yang mengakibatkan menurunnya permintaan karet. Kemudian adanya protes anti-pemerintah di Thailand yang berpotensi menurunkan produksi Januari-Februari 2014 sebesar 10-20 persen.

Sumber   :  http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/05/09/240199/harga-karet-dunia-anjlok-400


Rabu, 13 Agustus 2014

Semerbak wangi gaharu janjikan laba memabukkan



Hampir semua orang seluruh penjuru dunia mengenal parfum dan wewangian. Baik yang digunakan untuk badan, ruangan, maupun untuk upacara-upacara adat.

Tahukah Anda, bahan dasar pembuat aroma wewangian ini berasal dari tanaman, terutama tanaman yang menghasilkan zat kimia atau lazim disebut resin? Melalui proses alami maupun buatan, batang pohon penghasil resin ini bisa mendatangkan aroma yang sangat harum. Batang kayu inilah yang lazim disebut sebagai gaharu.

Pakar agribisnis F. Rahardi menyebut, saat ini ada sedikitnya 22 spesies tanaman yang bisa menghasilkan gaharu. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya, maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal, dan begitu pula sebaliknya.

Ada tiga produk yang dihasilkan, sesuai dengan kualitas. Pertama, yang paling mahal harganya adalah gubal kayu berwarna hitam atau hitam kecokelatan yang diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Nilai jualnya Rp 4 juta–Rp 150 juta per kilogram (kg).

Kedua, kamedangan, yakni kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah. Warnanya kecokelatan dan abu-abu, seratnya kasar, dan kayu lebih lunak. Harga jual sekitar Rp 500.000 hingga Rp 2 juta per kg. Sedangkan produk ketiga adalah kelas abu serbuk, yakni hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Harganya berkisar Rp 4.000–Rp 150.000 per kg.

Harga yang fantastis inilah yang membuat orang berlomba untuk berburu gaharu. Selama ini produksi gaharu hanya mengandalkan potensi alam, yakni dari hutan alam. Faisal Salampessy, Direktur Utama PT Ama Ina Rua, salah satu produsen gaharu, mengakui saat ini 100% gaharu Indonesia yang masuk ke pasar hampir 100% murni dari hasil alam.

Menurut perkiraan dia, saat ini masih ada potensi gaharu dari alam sekitar 36% di Papua dan belum tersentuh. Sedangkan cadangan di Sumatra kurang dari 5%, Kalimantan 8%-10%, dan Maluku 1%–2%.

Dalam beberapa tahun ke depan, gaharu alam akan menipis bahkan habis. “Kita tidak bisa terus mengeksploitasi. Jangan sampai perdagangan gaharu Indonesia diblokir dunia gara-gara hanya mengandalkan hasil alam,” katanya.

Irwansyah Uji Prasetyo Utomo, Direktur Gaharu Indonesia, mengaku, saat ini di Indonesia sendiri mulai kekurangan stok. Untuk itu, sejak 2004 Indonesia mulai membatasi perdagangan gaharu. Pemerintah mewajibkan penghasil gaharu memiliki sertifikat dari CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), lembaga pengawas perdagangan spesies yang mulai langka. Di Indonesia, pemerintah mewajibkan jual beli gaharu dengan seizin Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Sejak 2002 Indonesia berhenti memenuhi suplai gaharu dunia, terutama ke China. Misalnya, tahun lalu Indonesia mendapat kuota sebesar 250.000 ton untuk menyuplai pasar China, tapi tidak terpenuhi. Tahun ini kuota malah ditambah menjadi 500.000 ton, eksportir pun pesimistis bisa memenuhi kuota ini. Indonesia membatasi ekspor maksimal 640 ton per tahun.



Beralih ke budidaya

Karena alam tak bisa diperas terus-menerus, pebisnis gaharu mulai pembudidayaan gaharu. Beberapa varietas tanaman pun mulai dikembangkan untuk ditanam, diberi bakteri atau inokulasi, dan diharapkan bisa menghasilkan gaharu.

Tanaman penghasil gaharu ini memang sengaja ditanam, untuk kemudian dimatikan lagi. Ari Abdullah, pemilik CV Alif Perkasa, eksportir gaharu bilang, makin ganas serangan jamur yang disuntikkan ke pohon, maka makin hebat reaksi pertahanan tumbuh, sehingga makin tinggi kualitas gaharu yang dihasilkan pohon tersebut.

Seiring dengan upaya budidaya ini, berkembanglah bisnis budidaya gaharu secara tanggung renteng. Ada beberapa pihak yang mencoba menawarkan kemitraan bisnis gaharu ini. Kalau Anda punya duit dan lahan tapi tak punya keahlian, Anda bisa menjadi mitra pembudidayaan gaharu ini.

Seperti yang ditawarkan oleh Gaharu Indonesia. Mereka menawarkan bibit jenis Aguilaria malaccensis. Mereka mengklaim mengembangkan bibit ini dari biji. Lokasi pembibitan ada di Kasembon, Malang, pada lahan seluas 0,5 hektare (ha), bisa memproduksi bibit ratusan ribu batang per bulan.

Dalam skema kerja sama ini, Gaharu Indonesia akan memberikan pelatihan secara gratis kepada mitra petani atau pemilik lahan tiap 3 bulan, 6 bulan, dan per tahun. Pelatihan ini diberikan hingga panen.

Pelatihan-pelatihan tersebut mereka pusatkan di kantor cabang. Adapun cabang Gaharu Indonesia sudah ada di Jambi dan Kalimantan Barat. Jika tak ada aral melintang, bulan depan atau permulaan tahun mereka juga akan mengembangkan cabangnya ke Kalimantan Tengah dan Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Di Jawa Timur sendiri, Gaharu Indonesia sudah hadir hampir di semua wilayah, kecuali Banyuwangi, Jember, Tuban, dan Lamongan.

Untuk menjadi mitra, syaratnya cukup sederhana. Sebagai syarat administrasi, cuma diperlukan fotokopi KTP dan kartu keluarga (KK). Syarat berikutnya adalah mitra harus mengambil 1 paket bibit. Ada beberapa pilihan paket bibit yang bisa diambil, mulai dari Rp 500.000 untuk 20 bibit hingga Rp 10 juta untuk 400 bibit.

Dengan cara ini, margin keuntungan yang didapat jadi lebih besar. Dengan jarak tanam 3 m x 3 m, maka 180 pohon membutuhkan lahan seluas 2.000 m². Jenis Aguilaria malaccensis diperkirakan bisa dipanen setelah 7 tahun.

Kualitas dan volume gaharu yang dihasilkan setiap pohon berbeda-beda. Namun, rata-rata, dari setiap pohon bisa menghasilkan gaharu berbagai kualitas senilai Rp 15 juta– Rp 20 juta. Paling buruk, setiap pohon bisa menghasilkan Rp 5 juta. Artinya hasil minimum Rp 900 juta.

Sementara untuk pemeliharaan per pohon hingga masa inokulasi di umur 3,5 tahun–4 tahun biayanya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Ini terdiri dari biaya pembelian bibit Rp 25.000, dan sisanya untuk pupuk dan perawatan.

Meski menguntungkan, karena sifatnya kemitraan, hasil panenan gaharu pun dibagi dua antara mitra dengan Gaharu Indonesia. Setiap hasil panen akan dibagi 60% untuk mitra, dan 40% untuk Gaharu Indonesia. Jika membudidayakan gaharu secara mandiri, keuntungan 100% tentu jadi milik petani atau pemilik lahan dan modal.

Gaharu Indonesia juga memberikan inokulasi gratis ketika diameter pohon sudah mencapai 12 cm, yang kurang lebih dicapai pada usia 3,5 tahun–

4 tahun. Jika mitra ingin membeli sendiri, harga fusarium per liter Rp 100.000–Rp 3,5 juta.

Untuk memasarkan hasil panen, mitra tidak perlu mencari jalur pemasaran sendiri karena Gaharu Indonesia akan membeli hasil panen mitra. Mereka menjamin akan membeli hasil panen berdasarkan harga pasar saat itu. Sebagai acuan harga adalah harga gaharu yang dikeluarkan oleh Asosiasi Gaharu Indonesia (Asgarin).

Gaharu Nusantara juga menawarkan pola kemitraan mirip dengan Gaharu Indonesia. Syaratnya mitra harus punya lahan sendiri dan modal.

Wibowo, pengelola Gaharu Nusantara, menjelaskan, saat ini sebagian besar mitra Gaharu Nusantara berada di Pulau Jawa. Yang membedakan adalah harga bibit Gaharu Nusantara lebih mahal, yakni Rp 35.000, dengan paket paling murah Rp 700.000 untuk 20 bibit.

Selain itu, dari sisi bagi hasil, yang diterima oleh mitra juga lebih kecil. Rasio bagi hasilnya 55% untuk mitra, 40% untuk Gaharu Nusantara, dan 5% sisanya untuk koordinator wilayah.

Yang perlu diperhatikan dalam skema kerja sama ini adalah sebagai mitra Anda harus menyiapkan biaya operasional mulai membeli bibit, tenaga untuk menanam, memupuk, merawat, dan memanen (lihat: Simulasi Investasi Gaharu).

Dengan perkiraan modal sebesar Rp 75 juta, Gaharu Nusantara mengklaim bisa mendatangkan penjualan Rp 5 miliar dalam jangka enam sampai tujuh tahun. Dengan porsi bagi hasil 55%, Anda bisa menikmati gain sebesar Rp 2,79 miliar dalam 6 tahun–7 tahun atau sekitar Rp 398 juta per tahun. Artinya, imbal hasil yang diperoleh sekitar 429% per tahun.



Perhatikan risiko

Tertarik? Jangan langsung tergiur pada hitung-hitungan di atas kertas tersebut. Perhitungan itu menggunakan patokan harga sekarang, yakni saat gaharu hanya mengandalkan hasil alam bukan budidaya. “Yang jadi problem sekarang adalah gaharu budidaya belum ada pasarnya,” terang Ari Abdullah. Ia melihat ada peluang di Singapura yang saat ini diisi Laos, Vietnam, dan Thailand. Tapi perlu inisiatif pemerintah untuk membuka pasar ke sana.

Faisal juga mengingatkan, jika ingin membudidayakan gaharu tidak usah terlalu termakan iming-iming mendapat gubal berharga mahal. Jika inokulasi berhasil, pembudidaya pasti bisa mendapat kamedangan. “Yang susah itu memang untuk mendapat gubalnya,” kata dia.

Galuh Sally Muhidin, pembudidaya gaharu di Kalimantan Selatan, juga mengingatkan, bahwa harga yang ditawarkan dalam kerjasama kurang ekonomis. Maklum harga bibit masih bisa didapat cuma dengan harga Rp 5.000 per batang. “Cara menanam gaharu itu mudah, tidak memerlukan pelatihan yang rumit,” kata Galuh yang mengklaim telah membudidayakan sekitar satu juta gaharu sejak enam tahun silam.

Karena itu Galuh menyarankan lebih baik menanam gaharu sendiri karena mudah perawat-an dan biayanya tidak mahal. Ia mengakui, imbal hasil yang ia dapat mencapai 400%-500% dari modal yang telah dikeluarkan.

Upaya melakukan budidaya juga dilakukan oleh Faisal. Ia menggandeng empat mitra pemilik lahan seluas 2,5 hektare di Banten. Ia memberikan bibit secara gratis. Lalu memberikan ongkos tanam dan pemeliharaan Rp 1.000 per pohon. Selain itu ia juga memberikan pupuk secara gratis. “Untuk inokulasi, ongkosnya kami bagi dua. Nanti kalau panen, mitra petani dapat 75%, saya dapat 25%. Tapi syaratnya, hasil panen itu dijual ke kami,” terang Faisal.

Di lahan tersebut tertanam sekitar 1.200 pohon dengan usia 5 tahun dan diameter 15 cm–20 cm. Tiga bulan lalu, mereka baru melakukan uji coba inokulasi. Hasilnya akan tampak 6 bulan lagi. Kalau berhasil, baru kami inokulasi semua. “Setahun kemudian dipanen. Pasti lebih menguntungkan,” kata dia. 


Sumber  :  http://peluangusaha.kontan.co.id/news/semerbak-wangi-gaharu-janjikan-laba-memabukkan

MIMBA PESTISIDA NABATI RAMAH LINGKUNGAN



Sampai saat ini pestisida kimia masih merupakan satu-satunya senjata pamungkas petani untuk pengendalian OPT di lahan pertanian, karena mudah didapat, tidak repot, dan hasilnya segera dapat dilihat. Penggunaan pestisida oleh petani cenderung sangat berlebihan, sehingga berdampak negatif terhadap konsumen maupun ekosistem pertanian.
Salah satu cara alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan adalah dengan penggunaan pestisida nabati. Prinsip penggunaan pestisida nabati tersebut hanya untuk mengurangi, dan bukan untuk meninggalkan pemakaian pestisida kimia, karena efektivitasnya juga masih di bawah pestisida kimia.
Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Lebih dari 1500 jenis tumbuhan di dunia telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap serangga.  Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun.  Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae.
Mimba (Azadirachta indica A. Juss; Mileaceae), merupakan salah satu tumbuhan sumber bahan pestisida (pestisida nabati)  yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Tanaman ini tersebar di daratan India. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB.  Dataran rendah dan lahan kering dengan ketinggian 0-800 dpl. merupakan habitat yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman mimba. Penanaman dapat dilakukan melalui stek, cangkok, dan biji. Pembibitan lewat biji dilakukan segera mungkin setelah panen. Biji yang dijadikan benih, dimasukkan dalam karung basah selama 3-7 hari, atau direndam semalam agar cepat berkecambah. Benih yang telah berkecambah kemudian dipindah dalam polybag ukuran 30 cm yang berisi campuran tanah dan humus sampai tanaman berumur 3 bulan. Pemindahan bibit ke lahan penanaman sebaiknya dilakukan pada musim penghujan, agar tanaman tidak kekeringan. Tanaman mimba umumnya berbuah pada umur 3-5 tahun, dan pada umur 10 tahun tanaman mulai produktif berbuah. Buah yang dihasilkan dapat mencapai 50 kg per pohon. Tanaman mimba hanya berbuah setahun sekali (sekitar bulan Desember-Januari).
Bagian tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung senyawa aktif utama azadiraktin. Selain bersifat sebagai insektisida, mimba juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, maupun akarisida.
Cara Kerja Mimba
Berdasarkan kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtinmeliantriol, salanin, dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman mimba. Senyawa aktif tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga berperan sebagai pemandul. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif tersebut telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif utama,
Keunggulan Mimba
Pengendalian hama dengan menggunakan mimba sebagai insektisida nabati mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
  • Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil, peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa saat menjelang panen.
  • Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)
  • Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.
Dengan keunggulan di atas, maka akan dihasilkan produk pertanian dengan kualitas yang prima, dan kelestarian ekosistem tetap terpelihara.
Kelemahan mimba
  • Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis, karena pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan pengendalian yang maksimal.
  • Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari insektisida sintetik.
Kendala pengembangan mimba sebagai insektisida alami
  • Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih pestisida kimia dari pada nabati.
  • Kurangnya dorongan penentu kebijakan
  • Bahan, seperti halnya biji mimba  tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan karena biji mimba hanya dapat dipanen setahun sekali.
  • Frekuensi pemakaian lebih tinggi, yang disebabkan karena sifat racunnya mudah terdegradasi
  • Memerlukan  persiapan yang agak lama, untuk mendapatkan konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan perendaman selama 12 jam (semalam).
Berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh bahwa ekstrak air biji mimba 50 g/l yang diaplikasikan pada umur 8 hari efektif menekan serangan hama lalat kacang, Ophiomyia phaseoli pada tanaman kedelai setara Karbofuran (Curater 3 G-6 kg/ha), Fipronil (Regent 50 EC-2 ml/l), dan Klorfirifos (Petroban200 EC-2 ml/l) (Gambar 1) dengan memberikan nilai tambah sebesar Rp 80 400,- per hektar, dibanding dengan tanpa pengendalian. Biji mimba yang diekstrak dengan pelarut air (50 g/l) ditambah 0,5 ml perata/ha juga efektif menekan serangan tungau merah pada ubikayu dengan mortalitas 70 %. Pada tanaman kacang hijau ekstrak air biji mimba 50 g/l dapat menekan kehilangan hasil 13-45% terhadap hama penggerek polong Maruca testulalis, dan sebesar 21,5 % terhadap hama Thrips bila dibanding tanpa pengendalian. Hasil pengamatan di  KP Kendalpayak  pada MT 2007 menunjukkan bahwa populasi ulat grayak, Spodoptera lituraBemisia tabaci cukup tinggi. Rata-rata populasi ulat grayak adalah 6 ekor ulat/6 ayunan (Gambar 2), sedang populasi kutu kebul mencapai 1300-1500 ekor /6 ayunan (Gambar 3) pada varietas Burangrang, Kaba, Ijen, yang disemprot insektisida kimia, dibanding 1 ekor ulat/6 ayunan  dan 100-700 ekor kutu kebul/6 ayunan pada varietas yang sama yang disemprot dengan serbuk biji mimba 50 g/l air. Pada perlakuan penyemprotan serbuk biji mimba 50 g/l air, predator laba-laba masih dijumpai, sedangkan pada perlakuan insektisida kimia, tidak ditemukan  adanya predator laba-laba (Gambar 2). Penampilan tanaman yang diaplikasi dengan serbuk biji mimba juga baik (Gambar 4). Hasil uji laboratorium terhadap ulat grayak Spodoptera litura. diperoleh bahwa ekstrak air daun mimba (EDM) dan ekstrak air biji mimba (EBM) efektif menekan populasi larva S. lituraS. Litura (Gambar 5). dan kutu kebul, masing-masing sampai 83 % dan 93 %. Mortalitas larva pada perlakuan biji lebih tinggi bila dibanding dengan perlakuan daun. Penggunaan EDM dengan konsentrasi 10 % (100 g/l) secara statistik tidak berbeda nyata dengan penggunaan EBM sebanyak 50 g/l. Semakin tinggi konsentrasi biji maupun daun yang digunakan semakin efektif / manjur dalam mematikan larva
Keterangan:
Bs = BPMC (Bassa 50 EC); Crt = karbofuran (Curater 3G); Ptf = karbofuran (Petrofur 3G); Sidm = sipermetrin (Sidametrin 50 EC); Rgt = fipronil (Regent 50 EC); Ptb = klorfrifos (Petroban 200 EC); Sky = biji srikaya; Bkg – Biji bengkuang; Mb = biji mimba; K = kontrol; pop  = populasi; tan. = tanaman.
Gambar 1. Fluktuasi populasi larva lalat kacang setelah perlakuan insektisida. Inlitkabi Kendalpayak-Malang, MK. 2005
Gambar 2. Populasi ulat grayak, laba-laba, dan kutu kebul pada perlakuan penyemprotan insektisida kimia dan serbuk biji mimba, KP Kendalpayak,  MT. 2007
Gambar 3. Populasi kutu kebul pada perlakuan penyemprotan insektisida kimia dan serbuk biji mimba, KP Kendalpayak, MT. 2007
Gambar 4.  Varietas Burangrang yang diapliaski dengan sebuk biji mimba 50 gr/l
Gambar 5. Rata-rata mortalitas larva pada beberapa konsentrasi biji (BM) dan daun mimba (DM) yang dilarutkan dalam pelarut air. Laboratorium Balitkabi, MK 2008
Pembuatan Ekstrak Air Biji Mimba
1. Kering anginkan biji mimba beserta kulit biji sampai kering agar tidak berjamur.
2. Giling biji dan kulit biji mimba sampai halus, kemudian saring dengan ayakan (850 µm).
3 .Timbang 25-50 g serbuk biji mimba + 1 l air + 1 ml alkohol aduk rata, kemudian rendam semalam (12 jam).
4. Keesokan harinya rendaman bahan disaring dengan kain furing
5. Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 g deterjen atau 0,5 ml perata (apsa), aduk rata dan larutan siap disemprotkan.
6. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari, dengan volume semprot yang memadai 400-600 l air, tergantung umur tanaman yang akan disemprot
Pembuatan Ekstrak Air Daun Mimba
1. Blender 50 g daun mimba segar dengan 1 l air + 1 ml alkohol aduk rata, kemudian rendam semalam (12 jam).
2. Keesokan harinya rendaman bahan disaring dengan kain furing
3. Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 g deterjen atau 0,5 ml perata (apsa), aduk rata dan larutan siap disemprotkan.
_____
sumber :  balitkabi.litbang.deptan.go.id

MOL BUAH YANG MERANGSANG PEMBUAHAN

 


Buah yang digunakan juga bisa bervariasi tinggal pilih yang anda suka dan yang tersedia disekitar kita seperti pepaya, mangga, nangka, nanas, pisang dan tomat. Kelebihan Mol buah adalah memiliki aroma yang harum seperti aroma buah aslinya.
Bahan dalam pembuatan MOL buah :
  1. 2 kg Limbah buah-buahan seperti nangka, pisang, mangga, pepaya, nanas, tomat
  2. 2 ons gula merah
  3. 2 liter air kelapa
Cara membuat Mol  Buah :
  1. Potong kecil-kecil  buah-buahan yang tersedia
  2. Masukkan gula merah yang telah disisir
  3. Campurkan dengan air kelapa
  4. Masukkan dalam jerigen dan tutup rapat
  5. Biarkan terfermentasi selama 15 hari
Cara penggunaan :
  1. Untuk pemupukan campurkan 150 ml dengan 15 liter air (1 tangki 15 – 17 liter), semprotkan ketanaman yang telah memasuki masa generatif atau tanaman yang mulai berbunga
  2. Untuk pengomposan campurkan 1 bagian Mol buah dengan 5 bagian air dan tambahkan gula merah lalu semprotkan ke bahan organik yang akan di fermentasi.
Demikian cara pembuatan Mol buah dan manfaatnya bagi tanaman, harapan maspary  semoga bisa kita manfaatkan dalam kegiatan pertanian kita.
Sumber : gerbang pertanian.
Sumber lain.:CPA ( catatan petani alami )
Cara membuat nutrisi buah cukup mudah. Sari buah sebanyak satu liter ditambah gula merah sebanyak 3 sendok makan. Campuran ini kemudian ditutup rapat, dan didiamkan atau menunggu terfermentasi hingga satu minggu. Kemudian saat akan disemprot ke tanaman, cairan yang telah difermentasi tersebut ditambah kuning telur ayam kampung.
Aplikasi nutrisi ini tidak banyak. Cukup sebanyak 200cc nutrisi untuk 15 liter air. Mengapa 15 liter? Sebab saya menggunakan tangki penyemprot ukuran 15 liter. Perbandingan ini untuk memudahkan penggarap saat akan menyemprotkan nutrisi buah menggunakan tangki penyemprot. Larutan nutrisi ini disemprotkan ke daun dan tanah disekitar tanaman saat akan berbuah.
Hasilnya, pada panen yang lalu, tiap satu kuintal gabah menghasilkan 80 kg beras. Karena itulah banyak petani sekitar saya yang tertarik membuat nutrisi buah. Sebab hasilnya lebih baik dibanding menggunakan perangsang buah sintetis yang harganya mahal.


Sumber  :  http://agroklinik.wordpress.com/produk/kumpulan-tentang-mol/

Kamis, 22 Mei 2014

"mewujudkan sistem penyuluhan pertanian yang andal dalam rangka mendukung peningkatan daya saing dan nilai tambah agribisnis"






Peranan strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain ditunjukan oleh kedudukan sektor pertanian sebagai kontributor penting dalam pembentukan produk domestic bruto, penyediaan dan peningkatan devisa Negara melalui ekspor hasil pertanian serta penyediaan bahan baku industri.


Untuk mewujudkan sumberdaya manusia pertanian yang profesional, inovatif, kreatif dan berwawasan global, Badan SDM Pertanian telah merumuskan Rencana Strategis Badan Pengembangan SDM Pertanian 2010 – 2014 ( Renstra BPSDMP 2010 - 2014 ). Salah satu tujuan Renstra BPSDMP 2010 – 2014 adalah “mewujudkan sistem penyuluhan pertanian yang andal dalam rangka mendukung peningkatan daya saing dan nilai tambah agribisnis“.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut Kementerian Pertanian telah menetapkan program utama pembangunan pertanian dalam mencapai “ Empat Sukses Pembangunan Pertanian” yaitu 
1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, 
2) Peningkatan diversifikasi pangan, 
3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan 
4) peningkatan kesejahteraan petani.

Kegiataan penyuluhan pertanian, pelatihan pertanian, juga ditujukan untuk: 
1) memperkuat kelembagaan petani, 
2) memberdayakan usaha petani, dan 
3) mewujudkan pelaku utama pembangunan pertanian yang mandiri, berjiwa wirausaha, berdaya saing, dan berwawasan global. Hal ini dimaksudkan agar pelaku utama pembangunan pertanian mampu berdaya saing di pasar regional maupun global.

Beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pengembangan sumber daya manusia pertanian terutama dalam aspek pelatihan dan penyuluhan di kabupaten sampang diantaranya adalah : 
a) Pola pikir dan perilaku petani masih berorientasi pada aspek produksi sehingga kualitas dan harga yang 
    diterima petani masih relative rendah, 
b) Rendahnya kemandirian petani dan lemahnya akses petani terhadap modal, teknologi, sarana produksi
    dan informasi pasar, 
c) Jumlah dan kompetensi penyuluh yang belum memadai untuk dapat mendukung empat sukses
   pembangunan pertanian, maupun untuk mengantisipasi perubahan iklim dan menjaga kelestarian lingkungan
   hidup, 
d) Programa penyuluhan yang disusun bersama instansi terkait dan pelaku utama belum sepenuhnya
    dilaksanakan di lapangan, 
e) Dukungan dana yang terbatas menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan kaji terap dan diseminasi
    teknologi pleh penyuluh pertanian di lapangan.

Untuk mengatasi permasalahan sekaligus meningkatkan peran penyuluhan petanian dalam pembangunan pertanian, kedepannya perlu adanya sinergitas dan penyamaan persepsi terhadapa kegiatan – kegiatan penyuluhan di daerah dengan progama penyuluhan pusat, sesuai dengan peran pemerintah sebagai regulator, koordinator, dan supervisor.


Sumber :  e-petani

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN

 

 


Sistem Kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU)

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu pendekatan pembangunan dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian perikanan dan kehutanan yaitu : petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat didalam dan di sekitar kawasan hutan beserta keluarga intinya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut diupayakan antara lain melalui penyuluhan .
Pendekatan penyuluhan dengan cara memberikan pelayanan, nasehat dan pemecahan masalah pelaku utama dan pelaku usaha , dipandang perlu sistem kerja LAKU ditetapkan kembali dengan modifikasi sesuai kondisi dan kebijaksanaan yang ada. Beberapa aspek positif sistim kerja LAKU diantaranya yaitu ; 1 ) penyuluh mempunyai rencana kerja dalam setahun, 2) penyuluh mengunjungi pelaku utama dan pelaku usaha secara teratur, terarah dan berkelanjutan, 3) penyuluhan dilaksanakan melalui pendekatan kelompok, 4) penyuluh cepat mengetahui masalah yang ada ditingkat pelaku utama dan pelaku usaha dan cepat memecahkannya, 5) penyuluh secara teratur mendapat tambahan pengetahuan / kecakapan, sikap dan keterampilan, dan 6) penyelenggaraan penyuluhan mendapatkan supervisi dan pengawasan yang teratur.
Penerapan sistim kerja LAKU diharapkan dapat meningkatkan motivasi penyuluh dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha ,serta menggairahkan pelaku utama dan pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatannya.


BERIKUT LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013
TANGGAL : 19 Agustus 2013

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan pembangunan dilakukan dengan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian,
yaitu petani, pekebun, dan peternak, beserta keluarga intinya.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut diupayakan
antara lain melalui penyuluhan pertanian.
Salah satu pendekatan dalam penyuluhan pertanian adalah dengan
menggunakan Sistem Kerja “Latihan dan Kunjungan” (LAKU). Sistem
Kerja LAKU yaitu pendekatan penyuluhan yang memadukan antara
pelatihan bagi penyuluh sebagai upaya peningkatan kemampuan
penyuluh dalam melaksanakan tugasnya, yang ditindaklanjuti dengan
kunjungan kepada petani/kelompoktani (poktan) yang dilakukan
secara terjadwal. Sistem kerja ini didukung dengan supervisi teknis
dari penyuluh senior secara terjadwal dan ketersediaan informasi
teknologi sebagai materi kunjungan. Sistem tersebut sangat efektif
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani,
sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras.
Beberapa aspek positif Sistem Kerja LAKU diantaranya yaitu 1)
penyuluh pertanian memiliki rencana kerja dalam setahun; 2)
penyuluh pertanian mengunjungi petani secara teratur, dan
berkelanjutan; 3) penyuluh pertanian cepat mengetahui masalah yang
ada di petani dan cepat memecahkannya; 4) penyuluh pertanian
secara teratur mendapat tambahan pengetahuan dan
keterampilannya; 5) penyuluhan dilaksanakan melalui pendekatan
kelompok; serta 6) penyelenggaaan penyuluhan pertanian
mendapatkan supervisi dan pengawasan secara teratur.
Penerapan sistem kerja LAKU diharapkan dapat meningkatkan
motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsinya sebagai
pendamping dan pembimbing petani, serta menjamin kesinambungan
pembinaan penyuluh kepada petani dalam melaksanakan kegiatan
usahatani yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produksi,
produktivitas dan pendapatannya.

B. Tujuan
Sistem Kerja LAKU bertujuan untuk:
1. meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan
pendampingan kepada petani;
2. meningkatkan kemampuan petani dalam meningkatkan
pengelolaan produksi, produktivitas dan pendapatannya;
3. meningkatkan kualitas penyelenggaraan penyuluhan melalui
sistem kerja yang terukur dan terjadwal.

C. Prinsip Dasar
Penyuluhan pertanian dengan penggunaan Sistem Kerja LAKU
didasarkan pada prinsip, yaitu:
1. Keakraban, artinya terjalinnya hubungan yang akrab antara
penyuluh pertanian dengan petani/poktan;
2. Keterpaduan, artinya keterpaduan antara pelaksanaan pelatihan
penyuluh dengan kunjungan kepada petani/ poktan;
3. Faktual, artinya materi yang disampaikan merupakan kebutuhan
petani/poktan dalam pengembangan usahataninya;
4. Berkesinambungan, artinya pelaksanaan pelatihan penyuluh dan
kunjungan kepada petani/poktan dilakukan secara terjadwal
sesuai dengan rencana kerja penyuluh dan perencanaan poktan.

D. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Latihan adalah suatu kegiatan alih pengetahuan dan keterampilan
baik berupa teori maupun praktek dari fasilitator kepada penyuluh
pertanian melalui metode partisipatif untuk meningkatkan
kemampuan mendampingi dan membimbing poktan.
2. Kunjungan adalah kegiatan pendampingan dan bimbingan
penyuluh pertanian kepada poktan.
3. Sistem Kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) adalah pendekatan
yang memadukan antara pelatihan bagi penyuluh yang
ditindaklanjuti dengan kunjungan berupa pendampingan kepada
petani/poktan secara terjadwal dan didukung dengan supervisi
teknis dari penyuluh senior serta ketersediaan informasi teknologi
sebagai materi kunjungan.
4. Penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong
dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Pelaku Utama (petani) adalah Warga Negara Indonesia
perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan
usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau peternakan.
6. Pelaku Usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana
produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian,
serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di wilayah
hukum Republik Indonesia.
7. Penyuluh pertanian adalah perorangan warga negara Indonesia
yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, baik penyuluh
PNS, penyuluh swasta, maupun penyuluh swadaya.
8. Wilayah Kerja adalah daerah binaan penyuluh pertanian yang
terdiri dari satu atau beberapa desa.
9. Kelompoktani yang selanjutnya disebut poktan adalah kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan
sumberdaya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk
meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
10. Gabungan Kelompoktani yang selanjutnya disebut gapoktan adalah
kumpulan beberapa kelompoktani yang bergabung dan
bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi
usaha.
11. Usahatani adalah kegiatan dalam bidang pertanian, mulai dari
produksi/budidaya, penanganan pascapanen, pengolahan, sarana
produksi, pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang.
12. Rencana Definitif Kelompok (RDK) adalah rencana kerja usahatani
dari kelompoktani untuk satu tahun, yang disusun melalui
musyawarah dan berisi rincian tentang sumberdaya dan potensi
wilayah, sasaran produktivitas, pengorganisasian dan pembagian
kerja, serta kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani.
13. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) adalah rencana
kebutuhan sarana produksi pertanian dan alat mesin pertanian
untuk satu musim/siklus usaha yang disusun berdasarkan
musyawarah anggota kelompoktani yang merupakan alat pesanan
sarana produksi pertanian kelompoktani kepada gapoktan atau
lembaga lain (penyalur sarana produksi pertanian dan perbankan),
termasuk perencanaan kebutuhan pupuk bersubsidi.


BAB II
PENYELENGGARAAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN

A. Persiapan Penyelenggaraan Latihan dan Kunjungan
1. Melakukan review Programa Penyuluhan Desa dan Rencana
Definitif Kelompok (RDK) dari masing-masing poktan melalui
Rembug Tani Desa;
2. Melakukan inventarisasi masalah dan kegiatan-kegiatan yang
dibutuhkan oleh poktan dalam pengembangan usahatani;
3. Menyusun dan menyepakati jadwal kunjungan penyuluh yang
diajukan petani/poktan;
4. Menyusun materi dan metode yang dibutuhkan petani/pokta
sebagai materi kunjungan;
5. Menyesuaikan antara Rencana Kegiatan Penyuluh Tahunan (RKT)
dengan jadwal kunjungan penyuluh yang diajukan oleh
petani/poktan;
6. Koordinator penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (BP3K) melaksanakan pertemuan penyuluh untuk
membahas identifikasi dan inventarisasi permasalahan yang
dihadapi poktan di Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP);
7. Melakukan penilaian kesenjangan kemampuan (discrepancy)
penyuluh dalam membantu memecahkan masalah yang dihadapi
petani/poktan dalam pengembangan usahataninya;
8. Menetapkan jadwal dan materi latihan bagi penyuluh;
9. Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(BP3K) mengirimkan jadwal dan materi penyuluhan kepada Badan
Pelaksana Penyuluhan/kelembagaan penyuluhan tingkat
kabupaten/kota untuk dapat memfasilitasi pelaksanaan latihan
yang diperlukan oleh penyuluh di BP3K;
10. Menyusun dan menyepakati jadwal pelaksanaan kunjungan
kepada petani/poktan.
B. Pelaksanaan Latihan dan Kunjungan
Dalam Sistem Kerja LAKU, latihan bagi penyuluh pertanian
diselenggarakan secara berkala/rutin, terjadwal sekali dalam dua
minggu dan berkesinambungan. Tempat latihan di BP3K atau di
tempat lain yang disepakati oleh penyuluh pertanian. Proses latihan
(belajar-mengajar) difasilitasi oleh penyuluh pertanian yang menguasi
materi, maupun narasumber dari instansi/lembaga terkait lainnya,
seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dinas teknis,
perguruan tinggi, praktisi, dan lainnya.
1. Mekanisme Sistem Kerja LAKU
a. Jadwal Pelaksanaan Sistem Kerja LAKU
Setiap penyuluh pertanian di WKPP dapat membina 8-16
poktan dan dijadwalkan mengunjungi setiap kelompok minimal
sekali dalam dua minggu dengan jadwal sebagai berikut:
Minggu I:
1) Penyuluh pertanian di WKPP melakukan kunjungan kepada
empat poktan selama empat hari kerja pada minggu I.
Kunjungan penyuluh dapat dilakukan ke tempat pertemuan
poktan, lapangan dalam rangka pendampingan demonstrasi
maupun ke usahatani anggota poktan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha.
2) Hari ke-5, penyuluh pertanian melakukan pertemuan di
BP3K untuk mereview hasil kunjungan ke petani/poktan
yang disupervisi oleh Kepala BP3K/supervisor/koordinator
penyuluh tingkat kecamatan.
Minggu II:
1) Penyuluh pertanian di WKPP melanjutkan melakukan
kunjungan kepada minimal empat poktan selama empat
hari pada minggu II;
2) Hari ke-5, penyuluh di BP3K mendapatkan pelatihan dari
narasumber dari instansi/lembaga terkait lainnya, seperti
BPTP, dinas teknis, perguruan tinggi, praktisi, atau pihak
lain yang terkait dengan materi yang dibutuhkan oleh
penyuluh;
3) Pada pelaksanaan pelatihan juga dilakukan supervisi teknis
oleh penyuluh senior dan pejabat dari Badan Pelaksana
Penyuluhan/kelembagaan penyuluhan tingkat
kabupaten/kota.
b. Setiap kunjungan penyuluh ke poktan agar dapat memperoleh
umpan balik sebagai bahan diskusi pada kegiatan pertemuan
penyuluh di BPK/BP3K.
c. Perumusan jadwal latihan dan kunjungan dilakukan secara
partisipatif pada pertemuan koordinasi di BPK/BP3K yang
dihadiri oleh semua penyuluh dan wakil dari poktan dan
gapoktan.
Jadwal kunjungan penyuluh ke poktan dapat disesuaikan dengen
kesepakatan pada rembug tani. Apabila jumlah poktan yang ada di
WKPP lebih dari 8 poktan, maka penyuluh dapat melakukan
kunjungan lebih dari satu poktan per hari nya.
Apabila ada poktan yang ada di WKPP menjadi pelaksanan
kegiatan program tertentu, maka penyuluh dapat menambahkan
intensitas waktu kunjungan ke poktan tersebut.
Gambar.1. Contoh jadwal Latihan dan Kunjungan
2. Ruang Lingkup Materi dan Metoda
a. Materi
1) Materi Latihan
Latihan penyuluh di BPK/BP3K dilakukan oleh penyuluh
senior, peneliti, praktisi maupun petugas dari
dinas/instansi yang terkait dengan topik yang telah
ditetapkan.
Penyuluh senior di BPK/BP3K dapat ditugaskan menjadi
penanggung jawab program penyuluhan yang
merencanakan pola, materi dan pelaksanaan latihan
penyuluh sesuai dengan programa penyuluhan dan hasil
identifikasi kebutuhan latihan para penyuluh di wilayah
yang bersangkutan.
Materi latihan disesuaikan dengan hasil analisa
kesenjangan kemampuan (discrepancy) penyuluh dalam
membantu memecahkan masalah yang dihadapi poktan dan
gapoktan serta materi lain yang menyangkut pembangunan
pertanian, yaitu:
a) Pengembangan agribisnis berbasis komoditas unggulan
wilayah;
b) Pengembangan dan penguatan poktan dan gapoktan;
c) Program pembangunan pertanian yang sedang dan
akan dikembangkan di desa yang bersangkutan.
Materi pelatihan dilengkapi dengan bahan ajar dan jadwal
pelaksanaan pelatihan.
2) Materi Kunjungan
Kunjungan penyuluh ke poktan harus tercantum dalam
rencana kerja penyuluh, untuk itu dalam setiap kunjungan
penyuluh harus mencatat pelaksanaan kegiatan yang
dilaksanakannya pada buku kerja penyuluh yang telah
dibagikan, yang mencakup:
a) Kegiatan yang dilakukan;
b) Masalah yang dihadapi petani;
c) Tindak lanjut yang dilakukan oleh poktan maupun
penyuluh;
d) Lain-lain.
Ruang lingkup materi yang disampaikan pada kunjungan
penyuluh ke poktan diantaranya:
a) Teknologi tepat guna yang membantu poktan dan
gapoktan dalam memecahkan permasalahan
usahataninya;
b) Pengembangan agribisnis berbasis komoditas unggulan
wilayah;
c) Pengembangan dan penguatan poktan dan gapoktan;
d) Program pembangunan pertanian yang sedang dan akan
dikembangkan di desa yang bersangkutan.
b. Metoda
1) Metoda Latihan
Metode latihan dilakukan dengan pendekatan andragogy,
pemecahan masalah dan dapat dikombinasikan
pengamatan langsung dengan memanfaatkan lahan
percontohan di BP3K sebagai sarana pembelajaran.
2) Metode Kunjungan
Metoda kunjungan kepada poktan dan gapoktan dilakukan
secara terjadwal sesuai kesepakatan bersama antara
penyuluh dengan poktan dan gapoktan melalui metode
anjangsana, pertemuan, diskusi petani untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
usahatani. Kegiatan kunjungan dapat merupakan bagian
dari pelaksanaan kursus, demonstrasi (cara dan hasil) dan
sekolah lapangan.
3. Supervisi dan Pendampingan Penyuluh
a. Supervisi
Supervisi dilakukan oleh Kepala BP3K bertujuan untuk
melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pengawalan
dan pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh di WKPP
sekaligus membantu memecahkan permasalahan yang tidak
bisa dipecahkan di lapangan sebagai pengendalian agar
kunjungan terlaksana sesuai jadwal yang direncanakan serta
berjalan dengan efektif dan efisien.
Materi supervisi diperoleh dari laporan yang tercantum dalam
buku kerja penyuluh, laporan poktan/gapoktan atau informasi
lainnya yang membutuhkan adanya supervisi dari kepala
BPK/BP3K.
Hasil supervisi disusun sebagai bahan perencanaan kegiatan
penyuluhan dalam dua minggu yang akan datang serta sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan kegiatan penyuluhan.
Hasil supervisi yang dilakukan oleh kepala BPK/BP3K secara
terjadwal dilaporkan kepada Bapeluh sebagai bahan
perencanaan fasilitasi yang akan dilakukan oleh penyuluh di
kabupaten mapun sebagai bahan untuk disampaikan kepada
pihak lain yang dapat memberikan dukungan untuk menjadi
narasumber pada pertemuan latihan di BPK/BP3K.
b. Pendampingan
Pendampingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan kunjungan penyuluh yang dilakukan secara
intensif untuk satu kegiatan pioritas yang hasilnya menjadi
indikator pencapaian program pembangunan pertanian, yang
meliputi:
1) Penerapan teknologi tepat guna yang berkaitan dengan
penerapan rekomendasi untuk komoditas program-program
prioritas;
2) Pengembangan (peningkatan kelas kemampuan poktan) dan
penguatan poktan dan gapoktan;
3) Penyusunan Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Pendampingan dapat dilakukan ditempat petani melakukan
usahatani seperti di sawah, di kebun atau ditempat
petani/poktan berkumpul/saung.

BAB III
PENGORGANISASIAN

Organisasi pelaksana pembinaan Sistem Kerja LAKU secara berjenjang
dilakukan di tingkat Pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan
serta di tingkat desa/kelurahan.
A. Pusat
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian
bertanggungjawab dalam kebijakan Sistem Kerja LAKU, dengan tugas
sebagai berikut:
1. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Sistem Kerja LAKU,
berkoordinasi dengan unit eselon I terkait sebagai acuan para
penyelenggara dan instansi terkait di provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa/kelurahan;
2. Mensosialisasikan Pedoman Pelaksanaan Sistem Kerja LAKU
kepada para penyelenggara penyuluhan dan instansi terkait di
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan;
3. Menyusun perencanaan dan melaksanakan pembinaan Sistem
Kerja LAKU;
4. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan
dari provinsi tentang perkembangan Sistem Kerja LAKU sebagai
bahan perumusan kebijakan pembinaan lebih lanjut;
5. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Sistem Kerja
LAKU bersama dengan Eselon I terkait lainnya sebagai bahan
informasi dan perumusan perencanaan program tingkat nasional.
B. Provinsi
Sekretariat Bakorluh/kelembagaan yang membidangi penyuluhan
provinsi, bertanggungjawab dalam pembinaan Sistem Kerja LAKU.
Dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan dinas terkait tingkat
provinsi termasuk BPTP, dengan tugas sebagai berikut:
1. Menyusun petunjuk pelaksanaan tingkat provinsi Sistem Kerja
LAKU sebagai acuan bagi para penyelenggara penyuluhan di
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan;
2. Mensosialisasikan petunjuk pelaksanaan Sistem Kerja LAKU
kepada para penyelenggara penyuluhan di provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan;
3. Menyusun rencana dan melaksanakan pembinaan Sistem Kerja
LAKU;
4. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan
dari kabupaten/kota tentang perkembangan Sistem Kerja LAKU
sebagai bahan perumusan kebijakan pembinaan lebih lanjut;
5. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hasil Sistem Kerja
LAKU bersama dengan dinas/instansi lingkup pertanian di provinsi
sebagai bahan informasi dan perumusan perencanaan program di
tingkat provinsi;
6. Melaporkan perkembangan Sistem Kerja LAKU ke Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian dengan tembusan
ke dinas/instansi terkait di provinsi sebagai bahan perumusan
kebijakan.
C. Kabupaten/Kota
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan/kelembagaan yang membidangi penyuluhan
bertanggungjawab dalam pembinaan Sistem Kerja LAKU. Dalam
pelaksanaannya berkoordinasi dengan dinas terkait tingkat
kabupaten/kota, dengan tugas sebagai berikut:
1. Menyusun petunjuk teknis tingkat kabupaten penumbuhan dan
pengembangan Sistem Kerja LAKU sebagai acuan para
penyelenggara penyuluhan di kabupaten/kota, kecamatan dan
desa/kelurahan;
2. Mensosialisasikan petunjuk teknis tingkat kabupaten penumbuhan
dan pengembangan Sistem Kerja LAKU kepada para penyelenggara
penyuluhan di kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan dan
instansi terkait;
3. Menyusun rencana dan melaksanakan pembinaan Sistem Kerja
LAKU dalam rangka pemberdayaan petani di setiap kecamatan;
4. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan hasil laporan
dari kecamatan tentang perkembangan Sistem Kerja LAKU sebagai
bahan perumusan kebijakan pembinaan lebih lanjut;
5. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penumbuhan dan
pengembangan Sistem Kerja LAKU sebagai bahan informasi dan
perencanaan kegiatan lebih lanjut;
6. Melaporkan perkembangan Sistem Kerja LAKU ke Badan
Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan/kelembagaan yang membidangi penyuluhan tingkat
provinsi. Hasil laporan digunakan untuk merumuskan kebijakan
operasional pembinaan Sistem Kerja LAKU.
D. Kecamatan
Balai Penyuluhan di Kecamatan bertanggungjawab dalam pelaksanaan
Sistem Kerja LAKU dan berkoordinasi dengan petugas teknis terkait,
dengan tugas sebagai berikut:
1. Menyebarluaskan petunjuk teknis Sistem Kerja LAKU sebagai
acuan bagi para penyuluh pertanian di lapangan;
2. Menjelaskan petunjuk teknis Sistem Kerja LAKU kepada para
penyuluh pertanian di lapangan;
3. Menyusun jadwal latihan di BPK/BP3K;
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan penyuluh ke poktan di
setiap desa/kelurahan;
5. Melakukan kompilasi dan validasi data berdasarkan laporan dari
penyuluh pertanian tentang pelaksanaan kunjungan ke poktan di
desa/kelurahan;
6. Melakukan supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Sistem
Kerja LAKU sebagai bahan informasi dan perencanaan kegiatan
lebih lanjut;
7. Melaporkan perkembangan Sistem Kerja LAKU ke Badan
Pelaksanaan Penyuluhan atau kelembagaan yang membidangi
penyuluhan atau kelembagaan yang membidangi penyuluhan
tingkat kabupaten/kota.
E. Desa/Kelurahan
Penyuluh pertanian di setiap desa bertanggung jawab dalam
pelaksanaan pelaksanaan kunjungan ke poktan, dengan tugas
sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi potensi dan kemampuan poktan dalam
pengembangan usahatani;
2. Menyusun jadwal kegiatan pendampingan melalui kunjungan ke
poktan;
3. Memfasilitasi pembelajaran pengembangan usahatani oleh poktan;
4. Membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan pendampingan untuk
dilaporkan ke BP3K, sebagai bahan informasi dan perencanaan
pembinaan lebih lanjut.

BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan sistem kerja LAKU
disesuaikan dengan jadwal kegiatan LAKU dan kegiatan penyuluhan
pertanian lainnya yang dianggap perlu di WKPP. Pelaksana, monitoring
dan evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian dilaksanakan secara
berjenjang dari pusat sampai kecamatan, sebagai berikut:
A. Pusat
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pertanian dibantu oleh Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian
merupakan pejabat yang berwenang melakukan, monitoring dan
evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan di tingkat provinsi,
kabupaten/kota dan kecamatan. Materi yang di monitor antara lain 1)
Rencana kerja penyuluh pertanian di tingkat provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan; 2) Rencana kerja
penyelenggara latihan; 3) Materi latihan yang diberikan oleh
penyelenggara; dan 4) Kesesuaian jadwal pelaksanaan serta materi
latihan yang telah direncanakan.
B. Provinsi
Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) atau
kepala dinas yang menangani penyuluhan tingkat provinsi,
merupakan pejabat yang berwenang melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap kegiatan penyuluhan. Materi yang di supervisi
antara lain: 1) Rencana kerja penyuluh pertanian di tingkat
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa; 2) Rencana kerja
penyelenggara latihan; 3) Materi latihan yang diberikan oleh
penyelenggara; dan 4) Kesesuaian jadwal pelaksanaan dan materi
latihan yang telah direncanakan oleh penyelenggara.
C. Kabupaten/Kota
Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan/kelembagaan yang menangani
penyuluhan atau dinas yang menangani penyuluh pertanian di
kabupaten/kota merupakan pejabat yang berwenang melakukan
melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap: 1) Rencana kerja
penyuluh di tingkat kecamatan dan desa; 2) Rencana kerja
penyelenggara latihan di BP3K; 3) Materi pelatihan yang diberikan oleh
penyelenggara; dan 4) kesesuaian jadwal pelaksanaan dan materi
latihan yang telah direncanakan oleh penyelenggara. Sedangkan untuk
mengetahui seluruh kegiatan penyuluh pertanian di lapangan dapat
dilihat dari buku kerja penyuluh pertanian.
D. Kecamatan
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K)
melaksanakan, monitoring dan evaluasi terhadap: 1) Rencana kerja
penyuluh di tingkat desa; 2) Rencana kerja penyelenggara latihan
petani. Sedangkan untuk mengetahui seluruh kegiatan penyuluh
pertanian di lapangan dapat dilihat dari Buku Kerja Penyuluh
Pertanian.

BAB V
PENDANAAN

Pembiayaan Sistem Kerja Latihan dan Kunjungan secara berjenjang
berasal dari APBD kabupaten/kota, APBD Provinsi dan APBN sesuai
dengan ketentuan peraturan pembiayaan yang berlaku.

BAB VI
PENUTUP

Pedoman Sistem kerja Latihan dan Kunjungan (LAKU) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Pedoman Pembinaan Kelompoktani dan
Gabungan Kelompoktani.


MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUSWONO

-------------------------------------------------------------------------------
catatan  :

Pedoman Pembinaan Kelompoktani danGabungan Kelompoktani terdapat pada   :
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 82/Permentan/OT.140/8/2013
TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOKTANI  DAN GABUNGAN KELOMPOKTANI