Pesan-Pesan

Rabu, 13 Agustus 2014

Semerbak wangi gaharu janjikan laba memabukkan



Hampir semua orang seluruh penjuru dunia mengenal parfum dan wewangian. Baik yang digunakan untuk badan, ruangan, maupun untuk upacara-upacara adat.

Tahukah Anda, bahan dasar pembuat aroma wewangian ini berasal dari tanaman, terutama tanaman yang menghasilkan zat kimia atau lazim disebut resin? Melalui proses alami maupun buatan, batang pohon penghasil resin ini bisa mendatangkan aroma yang sangat harum. Batang kayu inilah yang lazim disebut sebagai gaharu.

Pakar agribisnis F. Rahardi menyebut, saat ini ada sedikitnya 22 spesies tanaman yang bisa menghasilkan gaharu. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya, maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal, dan begitu pula sebaliknya.

Ada tiga produk yang dihasilkan, sesuai dengan kualitas. Pertama, yang paling mahal harganya adalah gubal kayu berwarna hitam atau hitam kecokelatan yang diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Nilai jualnya Rp 4 juta–Rp 150 juta per kilogram (kg).

Kedua, kamedangan, yakni kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah. Warnanya kecokelatan dan abu-abu, seratnya kasar, dan kayu lebih lunak. Harga jual sekitar Rp 500.000 hingga Rp 2 juta per kg. Sedangkan produk ketiga adalah kelas abu serbuk, yakni hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu. Harganya berkisar Rp 4.000–Rp 150.000 per kg.

Harga yang fantastis inilah yang membuat orang berlomba untuk berburu gaharu. Selama ini produksi gaharu hanya mengandalkan potensi alam, yakni dari hutan alam. Faisal Salampessy, Direktur Utama PT Ama Ina Rua, salah satu produsen gaharu, mengakui saat ini 100% gaharu Indonesia yang masuk ke pasar hampir 100% murni dari hasil alam.

Menurut perkiraan dia, saat ini masih ada potensi gaharu dari alam sekitar 36% di Papua dan belum tersentuh. Sedangkan cadangan di Sumatra kurang dari 5%, Kalimantan 8%-10%, dan Maluku 1%–2%.

Dalam beberapa tahun ke depan, gaharu alam akan menipis bahkan habis. “Kita tidak bisa terus mengeksploitasi. Jangan sampai perdagangan gaharu Indonesia diblokir dunia gara-gara hanya mengandalkan hasil alam,” katanya.

Irwansyah Uji Prasetyo Utomo, Direktur Gaharu Indonesia, mengaku, saat ini di Indonesia sendiri mulai kekurangan stok. Untuk itu, sejak 2004 Indonesia mulai membatasi perdagangan gaharu. Pemerintah mewajibkan penghasil gaharu memiliki sertifikat dari CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), lembaga pengawas perdagangan spesies yang mulai langka. Di Indonesia, pemerintah mewajibkan jual beli gaharu dengan seizin Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Sejak 2002 Indonesia berhenti memenuhi suplai gaharu dunia, terutama ke China. Misalnya, tahun lalu Indonesia mendapat kuota sebesar 250.000 ton untuk menyuplai pasar China, tapi tidak terpenuhi. Tahun ini kuota malah ditambah menjadi 500.000 ton, eksportir pun pesimistis bisa memenuhi kuota ini. Indonesia membatasi ekspor maksimal 640 ton per tahun.



Beralih ke budidaya

Karena alam tak bisa diperas terus-menerus, pebisnis gaharu mulai pembudidayaan gaharu. Beberapa varietas tanaman pun mulai dikembangkan untuk ditanam, diberi bakteri atau inokulasi, dan diharapkan bisa menghasilkan gaharu.

Tanaman penghasil gaharu ini memang sengaja ditanam, untuk kemudian dimatikan lagi. Ari Abdullah, pemilik CV Alif Perkasa, eksportir gaharu bilang, makin ganas serangan jamur yang disuntikkan ke pohon, maka makin hebat reaksi pertahanan tumbuh, sehingga makin tinggi kualitas gaharu yang dihasilkan pohon tersebut.

Seiring dengan upaya budidaya ini, berkembanglah bisnis budidaya gaharu secara tanggung renteng. Ada beberapa pihak yang mencoba menawarkan kemitraan bisnis gaharu ini. Kalau Anda punya duit dan lahan tapi tak punya keahlian, Anda bisa menjadi mitra pembudidayaan gaharu ini.

Seperti yang ditawarkan oleh Gaharu Indonesia. Mereka menawarkan bibit jenis Aguilaria malaccensis. Mereka mengklaim mengembangkan bibit ini dari biji. Lokasi pembibitan ada di Kasembon, Malang, pada lahan seluas 0,5 hektare (ha), bisa memproduksi bibit ratusan ribu batang per bulan.

Dalam skema kerja sama ini, Gaharu Indonesia akan memberikan pelatihan secara gratis kepada mitra petani atau pemilik lahan tiap 3 bulan, 6 bulan, dan per tahun. Pelatihan ini diberikan hingga panen.

Pelatihan-pelatihan tersebut mereka pusatkan di kantor cabang. Adapun cabang Gaharu Indonesia sudah ada di Jambi dan Kalimantan Barat. Jika tak ada aral melintang, bulan depan atau permulaan tahun mereka juga akan mengembangkan cabangnya ke Kalimantan Tengah dan Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Di Jawa Timur sendiri, Gaharu Indonesia sudah hadir hampir di semua wilayah, kecuali Banyuwangi, Jember, Tuban, dan Lamongan.

Untuk menjadi mitra, syaratnya cukup sederhana. Sebagai syarat administrasi, cuma diperlukan fotokopi KTP dan kartu keluarga (KK). Syarat berikutnya adalah mitra harus mengambil 1 paket bibit. Ada beberapa pilihan paket bibit yang bisa diambil, mulai dari Rp 500.000 untuk 20 bibit hingga Rp 10 juta untuk 400 bibit.

Dengan cara ini, margin keuntungan yang didapat jadi lebih besar. Dengan jarak tanam 3 m x 3 m, maka 180 pohon membutuhkan lahan seluas 2.000 m². Jenis Aguilaria malaccensis diperkirakan bisa dipanen setelah 7 tahun.

Kualitas dan volume gaharu yang dihasilkan setiap pohon berbeda-beda. Namun, rata-rata, dari setiap pohon bisa menghasilkan gaharu berbagai kualitas senilai Rp 15 juta– Rp 20 juta. Paling buruk, setiap pohon bisa menghasilkan Rp 5 juta. Artinya hasil minimum Rp 900 juta.

Sementara untuk pemeliharaan per pohon hingga masa inokulasi di umur 3,5 tahun–4 tahun biayanya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Ini terdiri dari biaya pembelian bibit Rp 25.000, dan sisanya untuk pupuk dan perawatan.

Meski menguntungkan, karena sifatnya kemitraan, hasil panenan gaharu pun dibagi dua antara mitra dengan Gaharu Indonesia. Setiap hasil panen akan dibagi 60% untuk mitra, dan 40% untuk Gaharu Indonesia. Jika membudidayakan gaharu secara mandiri, keuntungan 100% tentu jadi milik petani atau pemilik lahan dan modal.

Gaharu Indonesia juga memberikan inokulasi gratis ketika diameter pohon sudah mencapai 12 cm, yang kurang lebih dicapai pada usia 3,5 tahun–

4 tahun. Jika mitra ingin membeli sendiri, harga fusarium per liter Rp 100.000–Rp 3,5 juta.

Untuk memasarkan hasil panen, mitra tidak perlu mencari jalur pemasaran sendiri karena Gaharu Indonesia akan membeli hasil panen mitra. Mereka menjamin akan membeli hasil panen berdasarkan harga pasar saat itu. Sebagai acuan harga adalah harga gaharu yang dikeluarkan oleh Asosiasi Gaharu Indonesia (Asgarin).

Gaharu Nusantara juga menawarkan pola kemitraan mirip dengan Gaharu Indonesia. Syaratnya mitra harus punya lahan sendiri dan modal.

Wibowo, pengelola Gaharu Nusantara, menjelaskan, saat ini sebagian besar mitra Gaharu Nusantara berada di Pulau Jawa. Yang membedakan adalah harga bibit Gaharu Nusantara lebih mahal, yakni Rp 35.000, dengan paket paling murah Rp 700.000 untuk 20 bibit.

Selain itu, dari sisi bagi hasil, yang diterima oleh mitra juga lebih kecil. Rasio bagi hasilnya 55% untuk mitra, 40% untuk Gaharu Nusantara, dan 5% sisanya untuk koordinator wilayah.

Yang perlu diperhatikan dalam skema kerja sama ini adalah sebagai mitra Anda harus menyiapkan biaya operasional mulai membeli bibit, tenaga untuk menanam, memupuk, merawat, dan memanen (lihat: Simulasi Investasi Gaharu).

Dengan perkiraan modal sebesar Rp 75 juta, Gaharu Nusantara mengklaim bisa mendatangkan penjualan Rp 5 miliar dalam jangka enam sampai tujuh tahun. Dengan porsi bagi hasil 55%, Anda bisa menikmati gain sebesar Rp 2,79 miliar dalam 6 tahun–7 tahun atau sekitar Rp 398 juta per tahun. Artinya, imbal hasil yang diperoleh sekitar 429% per tahun.



Perhatikan risiko

Tertarik? Jangan langsung tergiur pada hitung-hitungan di atas kertas tersebut. Perhitungan itu menggunakan patokan harga sekarang, yakni saat gaharu hanya mengandalkan hasil alam bukan budidaya. “Yang jadi problem sekarang adalah gaharu budidaya belum ada pasarnya,” terang Ari Abdullah. Ia melihat ada peluang di Singapura yang saat ini diisi Laos, Vietnam, dan Thailand. Tapi perlu inisiatif pemerintah untuk membuka pasar ke sana.

Faisal juga mengingatkan, jika ingin membudidayakan gaharu tidak usah terlalu termakan iming-iming mendapat gubal berharga mahal. Jika inokulasi berhasil, pembudidaya pasti bisa mendapat kamedangan. “Yang susah itu memang untuk mendapat gubalnya,” kata dia.

Galuh Sally Muhidin, pembudidaya gaharu di Kalimantan Selatan, juga mengingatkan, bahwa harga yang ditawarkan dalam kerjasama kurang ekonomis. Maklum harga bibit masih bisa didapat cuma dengan harga Rp 5.000 per batang. “Cara menanam gaharu itu mudah, tidak memerlukan pelatihan yang rumit,” kata Galuh yang mengklaim telah membudidayakan sekitar satu juta gaharu sejak enam tahun silam.

Karena itu Galuh menyarankan lebih baik menanam gaharu sendiri karena mudah perawat-an dan biayanya tidak mahal. Ia mengakui, imbal hasil yang ia dapat mencapai 400%-500% dari modal yang telah dikeluarkan.

Upaya melakukan budidaya juga dilakukan oleh Faisal. Ia menggandeng empat mitra pemilik lahan seluas 2,5 hektare di Banten. Ia memberikan bibit secara gratis. Lalu memberikan ongkos tanam dan pemeliharaan Rp 1.000 per pohon. Selain itu ia juga memberikan pupuk secara gratis. “Untuk inokulasi, ongkosnya kami bagi dua. Nanti kalau panen, mitra petani dapat 75%, saya dapat 25%. Tapi syaratnya, hasil panen itu dijual ke kami,” terang Faisal.

Di lahan tersebut tertanam sekitar 1.200 pohon dengan usia 5 tahun dan diameter 15 cm–20 cm. Tiga bulan lalu, mereka baru melakukan uji coba inokulasi. Hasilnya akan tampak 6 bulan lagi. Kalau berhasil, baru kami inokulasi semua. “Setahun kemudian dipanen. Pasti lebih menguntungkan,” kata dia. 


Sumber  :  http://peluangusaha.kontan.co.id/news/semerbak-wangi-gaharu-janjikan-laba-memabukkan

MIMBA PESTISIDA NABATI RAMAH LINGKUNGAN



Sampai saat ini pestisida kimia masih merupakan satu-satunya senjata pamungkas petani untuk pengendalian OPT di lahan pertanian, karena mudah didapat, tidak repot, dan hasilnya segera dapat dilihat. Penggunaan pestisida oleh petani cenderung sangat berlebihan, sehingga berdampak negatif terhadap konsumen maupun ekosistem pertanian.
Salah satu cara alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan adalah dengan penggunaan pestisida nabati. Prinsip penggunaan pestisida nabati tersebut hanya untuk mengurangi, dan bukan untuk meninggalkan pemakaian pestisida kimia, karena efektivitasnya juga masih di bawah pestisida kimia.
Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Lebih dari 1500 jenis tumbuhan di dunia telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap serangga.  Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun.  Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae.
Mimba (Azadirachta indica A. Juss; Mileaceae), merupakan salah satu tumbuhan sumber bahan pestisida (pestisida nabati)  yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Tanaman ini tersebar di daratan India. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB.  Dataran rendah dan lahan kering dengan ketinggian 0-800 dpl. merupakan habitat yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman mimba. Penanaman dapat dilakukan melalui stek, cangkok, dan biji. Pembibitan lewat biji dilakukan segera mungkin setelah panen. Biji yang dijadikan benih, dimasukkan dalam karung basah selama 3-7 hari, atau direndam semalam agar cepat berkecambah. Benih yang telah berkecambah kemudian dipindah dalam polybag ukuran 30 cm yang berisi campuran tanah dan humus sampai tanaman berumur 3 bulan. Pemindahan bibit ke lahan penanaman sebaiknya dilakukan pada musim penghujan, agar tanaman tidak kekeringan. Tanaman mimba umumnya berbuah pada umur 3-5 tahun, dan pada umur 10 tahun tanaman mulai produktif berbuah. Buah yang dihasilkan dapat mencapai 50 kg per pohon. Tanaman mimba hanya berbuah setahun sekali (sekitar bulan Desember-Januari).
Bagian tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung senyawa aktif utama azadiraktin. Selain bersifat sebagai insektisida, mimba juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, maupun akarisida.
Cara Kerja Mimba
Berdasarkan kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtinmeliantriol, salanin, dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman mimba. Senyawa aktif tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga berperan sebagai pemandul. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif tersebut telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif utama,
Keunggulan Mimba
Pengendalian hama dengan menggunakan mimba sebagai insektisida nabati mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
  • Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil, peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa saat menjelang panen.
  • Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)
  • Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.
Dengan keunggulan di atas, maka akan dihasilkan produk pertanian dengan kualitas yang prima, dan kelestarian ekosistem tetap terpelihara.
Kelemahan mimba
  • Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis, karena pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan pengendalian yang maksimal.
  • Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari insektisida sintetik.
Kendala pengembangan mimba sebagai insektisida alami
  • Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih pestisida kimia dari pada nabati.
  • Kurangnya dorongan penentu kebijakan
  • Bahan, seperti halnya biji mimba  tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan karena biji mimba hanya dapat dipanen setahun sekali.
  • Frekuensi pemakaian lebih tinggi, yang disebabkan karena sifat racunnya mudah terdegradasi
  • Memerlukan  persiapan yang agak lama, untuk mendapatkan konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan perendaman selama 12 jam (semalam).
Berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh bahwa ekstrak air biji mimba 50 g/l yang diaplikasikan pada umur 8 hari efektif menekan serangan hama lalat kacang, Ophiomyia phaseoli pada tanaman kedelai setara Karbofuran (Curater 3 G-6 kg/ha), Fipronil (Regent 50 EC-2 ml/l), dan Klorfirifos (Petroban200 EC-2 ml/l) (Gambar 1) dengan memberikan nilai tambah sebesar Rp 80 400,- per hektar, dibanding dengan tanpa pengendalian. Biji mimba yang diekstrak dengan pelarut air (50 g/l) ditambah 0,5 ml perata/ha juga efektif menekan serangan tungau merah pada ubikayu dengan mortalitas 70 %. Pada tanaman kacang hijau ekstrak air biji mimba 50 g/l dapat menekan kehilangan hasil 13-45% terhadap hama penggerek polong Maruca testulalis, dan sebesar 21,5 % terhadap hama Thrips bila dibanding tanpa pengendalian. Hasil pengamatan di  KP Kendalpayak  pada MT 2007 menunjukkan bahwa populasi ulat grayak, Spodoptera lituraBemisia tabaci cukup tinggi. Rata-rata populasi ulat grayak adalah 6 ekor ulat/6 ayunan (Gambar 2), sedang populasi kutu kebul mencapai 1300-1500 ekor /6 ayunan (Gambar 3) pada varietas Burangrang, Kaba, Ijen, yang disemprot insektisida kimia, dibanding 1 ekor ulat/6 ayunan  dan 100-700 ekor kutu kebul/6 ayunan pada varietas yang sama yang disemprot dengan serbuk biji mimba 50 g/l air. Pada perlakuan penyemprotan serbuk biji mimba 50 g/l air, predator laba-laba masih dijumpai, sedangkan pada perlakuan insektisida kimia, tidak ditemukan  adanya predator laba-laba (Gambar 2). Penampilan tanaman yang diaplikasi dengan serbuk biji mimba juga baik (Gambar 4). Hasil uji laboratorium terhadap ulat grayak Spodoptera litura. diperoleh bahwa ekstrak air daun mimba (EDM) dan ekstrak air biji mimba (EBM) efektif menekan populasi larva S. lituraS. Litura (Gambar 5). dan kutu kebul, masing-masing sampai 83 % dan 93 %. Mortalitas larva pada perlakuan biji lebih tinggi bila dibanding dengan perlakuan daun. Penggunaan EDM dengan konsentrasi 10 % (100 g/l) secara statistik tidak berbeda nyata dengan penggunaan EBM sebanyak 50 g/l. Semakin tinggi konsentrasi biji maupun daun yang digunakan semakin efektif / manjur dalam mematikan larva
Keterangan:
Bs = BPMC (Bassa 50 EC); Crt = karbofuran (Curater 3G); Ptf = karbofuran (Petrofur 3G); Sidm = sipermetrin (Sidametrin 50 EC); Rgt = fipronil (Regent 50 EC); Ptb = klorfrifos (Petroban 200 EC); Sky = biji srikaya; Bkg – Biji bengkuang; Mb = biji mimba; K = kontrol; pop  = populasi; tan. = tanaman.
Gambar 1. Fluktuasi populasi larva lalat kacang setelah perlakuan insektisida. Inlitkabi Kendalpayak-Malang, MK. 2005
Gambar 2. Populasi ulat grayak, laba-laba, dan kutu kebul pada perlakuan penyemprotan insektisida kimia dan serbuk biji mimba, KP Kendalpayak,  MT. 2007
Gambar 3. Populasi kutu kebul pada perlakuan penyemprotan insektisida kimia dan serbuk biji mimba, KP Kendalpayak, MT. 2007
Gambar 4.  Varietas Burangrang yang diapliaski dengan sebuk biji mimba 50 gr/l
Gambar 5. Rata-rata mortalitas larva pada beberapa konsentrasi biji (BM) dan daun mimba (DM) yang dilarutkan dalam pelarut air. Laboratorium Balitkabi, MK 2008
Pembuatan Ekstrak Air Biji Mimba
1. Kering anginkan biji mimba beserta kulit biji sampai kering agar tidak berjamur.
2. Giling biji dan kulit biji mimba sampai halus, kemudian saring dengan ayakan (850 µm).
3 .Timbang 25-50 g serbuk biji mimba + 1 l air + 1 ml alkohol aduk rata, kemudian rendam semalam (12 jam).
4. Keesokan harinya rendaman bahan disaring dengan kain furing
5. Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 g deterjen atau 0,5 ml perata (apsa), aduk rata dan larutan siap disemprotkan.
6. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada sore hari, dengan volume semprot yang memadai 400-600 l air, tergantung umur tanaman yang akan disemprot
Pembuatan Ekstrak Air Daun Mimba
1. Blender 50 g daun mimba segar dengan 1 l air + 1 ml alkohol aduk rata, kemudian rendam semalam (12 jam).
2. Keesokan harinya rendaman bahan disaring dengan kain furing
3. Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 g deterjen atau 0,5 ml perata (apsa), aduk rata dan larutan siap disemprotkan.
_____
sumber :  balitkabi.litbang.deptan.go.id

MOL BUAH YANG MERANGSANG PEMBUAHAN

 


Buah yang digunakan juga bisa bervariasi tinggal pilih yang anda suka dan yang tersedia disekitar kita seperti pepaya, mangga, nangka, nanas, pisang dan tomat. Kelebihan Mol buah adalah memiliki aroma yang harum seperti aroma buah aslinya.
Bahan dalam pembuatan MOL buah :
  1. 2 kg Limbah buah-buahan seperti nangka, pisang, mangga, pepaya, nanas, tomat
  2. 2 ons gula merah
  3. 2 liter air kelapa
Cara membuat Mol  Buah :
  1. Potong kecil-kecil  buah-buahan yang tersedia
  2. Masukkan gula merah yang telah disisir
  3. Campurkan dengan air kelapa
  4. Masukkan dalam jerigen dan tutup rapat
  5. Biarkan terfermentasi selama 15 hari
Cara penggunaan :
  1. Untuk pemupukan campurkan 150 ml dengan 15 liter air (1 tangki 15 – 17 liter), semprotkan ketanaman yang telah memasuki masa generatif atau tanaman yang mulai berbunga
  2. Untuk pengomposan campurkan 1 bagian Mol buah dengan 5 bagian air dan tambahkan gula merah lalu semprotkan ke bahan organik yang akan di fermentasi.
Demikian cara pembuatan Mol buah dan manfaatnya bagi tanaman, harapan maspary  semoga bisa kita manfaatkan dalam kegiatan pertanian kita.
Sumber : gerbang pertanian.
Sumber lain.:CPA ( catatan petani alami )
Cara membuat nutrisi buah cukup mudah. Sari buah sebanyak satu liter ditambah gula merah sebanyak 3 sendok makan. Campuran ini kemudian ditutup rapat, dan didiamkan atau menunggu terfermentasi hingga satu minggu. Kemudian saat akan disemprot ke tanaman, cairan yang telah difermentasi tersebut ditambah kuning telur ayam kampung.
Aplikasi nutrisi ini tidak banyak. Cukup sebanyak 200cc nutrisi untuk 15 liter air. Mengapa 15 liter? Sebab saya menggunakan tangki penyemprot ukuran 15 liter. Perbandingan ini untuk memudahkan penggarap saat akan menyemprotkan nutrisi buah menggunakan tangki penyemprot. Larutan nutrisi ini disemprotkan ke daun dan tanah disekitar tanaman saat akan berbuah.
Hasilnya, pada panen yang lalu, tiap satu kuintal gabah menghasilkan 80 kg beras. Karena itulah banyak petani sekitar saya yang tertarik membuat nutrisi buah. Sebab hasilnya lebih baik dibanding menggunakan perangsang buah sintetis yang harganya mahal.


Sumber  :  http://agroklinik.wordpress.com/produk/kumpulan-tentang-mol/